30 Juni 2007

Laut Kabil Digenangi Minyak

Tanggal : 30 Juni 2007
Sumber: http://www.posmetrobatam.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1361&Itemid=34


Tercecer dari Kapal Hongkong

KABIL, METRO: Warga Kabil Lama, menemukan tumpahan minyak kelapa sawit di pantai Kabil Lama. Tumpahan minyak itu menggumpal mengotori sepanjang pantai dan perairan sekitar.

Limbah ini berasal dari Kapal Yue You 902 bertuliskan Hongkong di buritannya yang sedang memuat minyak goreng yang akan diekspor ke Cina.

Sabtu (30/6) jajaran Polsekta Kabil dan Poltabes Barelang mendatangi lokasi untuk melakuakn pengecekan langsung laporan warga tersebut.

Akibatnya kapal yang seharusnya sudah berangkat ke Cina itu terpaksa ditunda keberangkatanya terkait tumpahan ini. Tumpal, bagian yang menangani asuransi di PT Sinergy Oil Nusantara (SON)-perusahan kapal tersebut mengatakan, tumpahan ini lantara adanya dorongan dari tenaga hidrolik dari darat usai pengisian.

Peristiwa ini terjadi diperkirakan pukul 14.00 WIB sehari sebelumnya. “Bentuknya memang langsung membeku seperti lilin, tumpah dan menyebar sampai ke pantai,” ujarnya. Tumpal mengaku tumpahan itu cuma sebanyak dua ember saja. “Kalau sudah tercampur air memang menyebar,” sambungnya.

Perusahaan SON ini, dijelaksan Tumpal mengespor minyak goreng ke Cina. Bahan minyak goreng itu menurutnya juga bisa dijadikan sebagai bahan untuk kosmetik, sabun dan lilin.

Nah, kejadian sore itu, minyak-minyak itu tumpah melalui manhole ke tiga dari kapal tersebut. “Di sini ada 15 manhole, tapi muncrat dari satu manhole ini saja,” sambungnya. Menurut Tumpal kapal itu memuat 10 ribu ton minyak goreng yang dibuat dari kelapa sawit.

Sementara di tepi pantai depan PT Ecogreen, gumpalan itu masih terliaht banyak. Bahkan sehari sebelumnya, menurut Dedi, ia sempat melihat warga mengambil limbah-limbah itu yang kemudian dimasukkan ke karung.

“Warga dibayar perusahan itu untuk mengumpulkannya,” ujarnya.

Bahkan Dedi mengaku sempat melihat puluhan karung limbah yang sudah dikumpulkan warga dan diserahkan pada pihak kapal.

Sementara Awi (pihak PT Uni Utama Samudra), agen kapal tersebut mengatakan pihaknya hanya punya wewenang menunjukkan dokumen-dokumen kapal itu saja. “Ya dokumennya ada semua,” katanya.

Pihak Bapedalda dan Scufindo pun hadir ditempat itu untuk mengambil lansung sample tumpahan minyak tersebut. Selain gumpalan minyak itu, air laut yang tercemari pun dimabil juga beberapa botol untuk dicek di laboratorium. “Ya air laut kita pegang saja licin,” jelas Wakasat Reskrim Potlabes Barelang, AKP Nursantiko.

Menurut Nur Santiko, pihaknya masih akan melakukan pemeriksaan terhadap sampel-sampel minyak tersebut ke laboratorium, baru bisa dipastikan volume minyak yang tumpah di perairan Kabil Lama itu. “Kita periksa dulu,” tegasnya. Ditambahkannya, nanti bisa dilanjutkan proses hukumnya kalau sudah ada hasil pemeriksaan dari laboratorium.(sya)

29 Juni 2007

Lingkungan dan Kemiskinan Sebagai Akibat Dari Global Warming

Tanggal : 29 Juni 2007
Sumber : http://beritahabitat.net/2007/06/29/lingkungan-dan-kemiskinan-sebagai-akibat-dari-global-warming/


Bagaimana Terjadinya Pemanasan Global


Gelombang cahaya matahari memanaskan bumi. Cahaya matahari ini harus melalui lapisan atmosfer yang menyelubungi dan melindungi bumi. Cahaya ini kemudian diserap oleh benda-benda yang ada di bumi. Sisanya dipantulkan kembali ke ruang angkasa melalui radiasi.


Atmosfer yang menyelimuti bumi terdiri atas campuran berbagai gas. Beberapa jenis gas seperti Karbondioksida, Dinitroksida, dan Metana menahan panas matahari yang masuk dan mencegahnya kembali ke angkasa. Hal ini yang menyebabkan permukaan bumi tetap hangat sehingga bisa ditinggali makhluk hidup. Gas-gas tadi dinamakan Gas Rumah Kaca (GRK) karena efeknya mirip panel yang berfungsi menahan panas supaya rumah kaca tetap hangat.


Tetapi jika GRK terlalu banyak, panas matahari yang terperangkap di bumi terlalu banyak sehingga suhu bumi meningkat. Dari tahun ke tahun jumlah GRK semakin banyak karena polusi yang disebabkan manusia. Hal ini menyebabkan bumi semakin panas. Diantara semua gas tadi, Karbondioksida adalah GRK utama. Jumlahnya sekitar 80% dari keseluruhan GRK.


Ada banyak hal yang menimbulkan GRK. Karbondioksida muncul akibat penggunaan bahan bakar fosil seperti batubara, gas, dan minyak. Penebangan hutan juga menyumbang tingginya karbondioksida di atmosfer. Saat pohon ditebang, ia melepaskan karbondioksida karena pohon berfungsi menyerap karbon. Pertanian juga ikut menyumbang GRK. Lahan pertanian yang dipupuk dengan pupuk bernitrogen akan menghasilkan Dinitroksida.


Perubahan Iklim Akibat Pemanasan Global


Pemanasan global mengakibatkan perubahan iklim. Meningkatnya suhu bumi iklim yang tidak menentu (perubahan suhu, curah hujan, musim) dan perubahan cuaca secara ekstrim. Seperti hujan turun sangat deras sehingga menimbulkan banjir dan erosi. Sedangkan di tempat lain terjadi kekeringan dan kemarau panjang. Perubahan iklim juga menyebabkan serangan gelombang panas, topan, badai, dan kekeringan. Bencana membawa kerusakan, kerugian, bahkar korban. Perubahan iklim kadang bisa menyebabkan tumbuhan atau makhluk hidup yang tidak mudah beradaptasi Termasuk didalamnya gagal panen akibat hujan yang turun terlalu banyak atau kekeringan panjang. Selain perubahan iklim juga mengakibatkan perubahan musim tanam – meningkatnya permukaan air laut akan meningkatkan biaya perolehan air bersih karena intrusi air laut.


Hal-hal yang Bisa Dilakukan untuk Mengurangi GRK


Salah satu cara untuk mengurangi karbondioksida adalah dengan menanam pohon. Setiap pohon hidup menyerap karbondioksida sehingga mengurangi jumlah polusi karbondioksida. Dengan menanam pohon pula, udara di sekitar pohon tadi semakin sejuk karena pohon mengeluarkan oksigen dalam proses fotosintesisnya.


Pertanian organik juga bisa mengurangi karbondioksida di bumi. Pestisida kimia yang dipakai untuk membunuh hama tanaman juga membunuh mikroorganisme di tanah. Beberapa mikroorganisme ini berfungsi mengikat karbondioksida dalam tanah. Jika ia mati, karbondioksida akan dilepaskan ke udara. Selain itu, tanah tidak lagi subur secara alami sehingga membutuhkan lebih banyak pupuk.


“Pada Akhirnya Yang Terpinggirpun Harus Bersiap-Siap Menghadapi Dampaknya”


Proses tak berkelanjutan dari pembangunan terus-menerus memaksa sumber daya alam, sementara pola produksi dan konsumsi yang tak dapat dilanjutkan, khususnya di negara maju, mengancam kerapuhan lingkungan alam dan memperparah kemiskinan di lain tempat. Dengan meletakkan fokus utama pada kemiskinan terkandung asumsi bahwa kemiskinan adalah masalahnya seperti menyepakati bahwa dengan peralihan kemiskinan menuju kekayaan, pembangunan berkelanjutan akan tercapai. Benarkah? Kita harus sangat berhati-hati dalam memandang kemiskinan sebagai penyebab dari pembangunan tidak-berkelanjutan, karena justru yang kayalah yang memiliki tingkatan produksi dan konsumsi tak berkelanjutan yang lebih tinggi. Mereka mampu membuat pilihan-pilihan, sementara kaum miskin - yang terperangkap dalam lingkaran perampasan dan kerapuhan, tidak mungkin melakukannya. Walaupun yang kaya mampu menggunakan pola pembangunan berkelanjutan, mereka seringkali enggan melakukannya, sementara kaum miskin hanya punya sedikit pilihan selain menggunakan apa yang ada di lingkungan sekitar mereka.


Orang miskin rentan terhadap perubahan iklim, karena secara langsung maupun tidak langsung mereka yang miskin (akibat ketidakberdayaan, keterkucilan, kemiskinan materi, dan kerentanan) bergantung pada ekosistem untuk pendapatannya (bertanam, mengumpulkan, beternak, mencari ikan). Ekosistem yang buruk akan menambah beban pengeluaran mereka (di perkotaan pada daerah kumuh rentan penyakit, dan terpapar pencemaran udara/air).


(Ninil R M & Lutfia)

28 Juni 2007

Gelombang Pasang Ancam Wilayah Pesisir

Tanggal : 28 Juni 2007
sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/berita-utama/gelombang-pasang-ancam-wilayah-pesisir-2.html

DENPASAR (SINDO) – Warga pesisir perairan wilayah Indonesia timur, laut selatan Jawa dan Bali, serta Sumatera diharap waspada. Gelombang pasang dengan ketinggian 3–5 meter,yang diperkirakan terjadi hari ini hingga besok (29/6),dapat membahayakan aktivitas nelayan maupun warga pesisir pantai.

”Gelombang pasang ini hampir terjadi merata di sepanjang pesisir wilayah barat daya dan selatan,”kata Kepala Bidang Data dan Informasi Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Wilayah III Denpasar Sutrisno, kemarin. Laporan Balai Besar Meteorologi dan Geofisika (BBMG) Wilayah III Denpasar menyebutkan, gelombang pasang juga melanda perairan Laut Flores, Laut Banda, selatan Maluku, Laut Buru, selatan Rote, Laut Aru, Laut Timor, Laut Suwu hingga Laut Arafura.

Berdasarkan citra satelit cuaca dan pola angin,diperkirakan daerah pertumbuhan awan dan hujan terjadi di Selat Karimata, Laut Jawa, perairan Kalimantan Selatan, Selat Makassar, Laut Flores bagian utara, perairan Maluku dan perairan Papua. Penerbangan yang melewati wilayah potensi awan cumulus nimbus tersebut diminta waspada. Melihat prediksi itu, BMG resmi mengeluarkan peringatan dini bagi masyarakat di pesisir, terutama nelayan dengan kapal kecil agar meningkatkan kewaspadaan.

Peringatan juga disampaikan untuk penyeberangan Gilimanuk-Ketapang (Bali-Jawa) dan Padangbai- Lembar (Bali-Lombok).Setiap kapal penyeberangan diminta mematuhi rambu-rambu untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan laut. Prediksi cuaca buruk ini membuat sebagian besar nelayan memilih libur melaut. Di Pantai Kedonganan, Kab Badung, misalnya, para nelayan sudah menambatkan kapalnya sejak Selasa (26/6) malam. Ini karena kondisi ombak pasang disertai angin kencang.

”Kita pilih tarik kapal daripada hancur seperti beberapa waktu lalu,” ujar Made Atmadja,salah satu nelayan. Ancaman gelombang pasang juga membuat BMG Stasiun Tabing Padang, Sumbar, memberikan peringatan kepada nelayan kawasan pantai barat Samudra Hindia agar waspada.Staf BMG Tabing Padang Muhammad Fadli mengatakan, tinggi gelombang laut di perairan Samudra Hindia kemarin mencapai tiga hingga empat meter khusus di bagian sebelah barat perairan Kepulauan Mentawai atau Samudra Hindia.

Menurut Fadli, peringatan itu diberikan agar tidak terjadi hal di luar dugaan bagi nelayan saat melaut. Dari Kab Pesisir Selatan, Sumbar, dilaporkan, gelombang pasang membuat nelayan setempat hanya melaut pada radius paling jauh 17 mil laut dari pesisir. ”Meski ada imbauan bupati agar nelayan tidak melaut selama musim badai, kami terpaksa melaut juga untuk memenuhi kebutuhan hidup.Tapi jaraknya hanya di sekitar pulau atau paling jauh 17 mil dari pantai,” kata seorang nelayan , Joni, 30, di perkampungan nelayan Carocok, Kec Koto XI Tarusan,Pessel,kemarin.

Dia mengakui, dengan melaut dekat pulau, hasil tangkapan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan melaut sampai tengah atau ke perairan Mentawai yang berjarak hingga 100 mil laut. Biasanya, jika kondisi normal dan melaut jauh ke tengah, sekali melaut kapal nelayan bisa mendapat tangkapan hingga 400 keranjang. Sementara bila di perairan dekat pulau, umumnya hanya menghasilkan tangkapan 100 keranjang sekali melaut. Gelombang pasang juga terjadi di Pantai Selatan Jawa, seperti di wilayah pesisir Gunungkidul, DIY.

Kemarin, gelombang di sekitar Pantai Baron dan Kukup mencapai tinggi rata-rata 2,5 meter. Hembusan angin yang relatif normal membuat nelayan masih berani melaut. ”Sejak Selasa, gelombang laut di pantai wilayah Gunungkidul umumnya besar dan tinggi dibanding hari-hari biasa, namun kondisi itu tidak menghambat aktivitas nelayan yang sedang melaut mencari ikan,” kata anggota SAR Pantai Baron,Ngatno.

Dia mengatakan sebagian besar pantai di laut selatan Gunungkidul terlindungi jajaran bukit karang sehingga gelombang besar yang terjadi tidak terlalu tinggi. Lain dengan kawasan pantai selatan wilayah Kab Bantul,Kulonprogo, hingga ke barat wilayah Jawa Tengah (Jateng),seperti Purworejo dan Kebumen, yang tidak ada jajaran bukit karang kecuali sedikit di Kebumen, yaitu di Pantai Ayah dan Logending. Di sana, gelombang besar dan tinggi langsung menerjang pantai.

Gempa di Cilacap

Kemarin, sekitar pukul 05.23 WIB dan 05.49 WIB terjadi gempa beruntun di Cilacap, Jateng. Pusat gempa pertama berkekuatan 6,0 Skala Richter (SR) berada 340 km sebelah barat daya Cilacap dengan kedalaman 30 km pada koordinat 10,62 Lintang Selatan (LS) dan 108,01 Bujur Timur (BT).

Sementara gempa kedua dengan kekuatan 5,2 SR terjadi pada koordinat 10,64 LS dan 108,04 BT di 341 km arah barat daya Cilacap dengan kedalaman 30 km. Kepala BMG Cilacap Budi Anggono menyatakan, gempa tersebut terjadi di tempat yang hampir sama akibat bergesernya lempengan bumi. ”Gempa memang terjadi sebanyak dua kali.Lokasi terjadinya gempa hampir berdekatan,” kata Budi,kemarin. Budi menambahkan, dalam beberapa waktu terakhir sering terjadi gempa di wilayah selatan, meski dia belum mengetahui penyebabnya.

”Namun, gempa tadi pagi termasuk besar,meski masyarakat hanya merasakan guncangan kecil,” terangnya. Sekretaris Harian Satuan Pe- laksana (Satlak) Penanggulangan Banjir dan Pengungsi (PBP) Cilacap Yayan Rusiawan mengakui juga banyaknya laporan dari warga Cilacap khususnya bagian barat tentang gempa itu. ”Warga di Cilacap bagian barat seperti di Patimuan, Majenang, dan lainnya merasakan gempa tersebut, meski kecil. Setelah mendapat laporan dari BMG, kita langsung menginformasikan keadaan yang terjadi dan meminta agar warga tidak panik,”katanya.

Gempa ini diyakini berdampak pada aktivitas Gunung Merapi di wilayah Jateng dan DIY.Luncuran awan panas dan hujan abu terjadi di lereng Merapi, kemarin (27/6), beberapa jam setelah gempa tektonik di barat daya Cilacap. Petugas pengamat Gunung Merapi di Pos Kaliurang,Panut,mengatakan bahwa sejak siang Merapi tertutup oleh kabut tebal.Dari catatan di pos pengamatan, aktivitas vulkanik mengalami peningkatan.”Gempa guguran dan gempa multifase meningkat,”kata Panut,kemarin.

Setelah itu sempat terjadi luncuran awan panas menuju Sungai Gendol. Selang beberapa saat kemudian masyarakat di sekitar lereng Gunung Merapi banyak yang melaporkan terjadinya hujan abu. Dari laporan yang masuk, kata Panut, hujan abu dirasakan warga sejumlah desa yang tinggal di lereng sebelah barat daya dan barat Gunung Merapi.Warga yang merasakan hujan abu ini berada di sekitar Kec Turi,Kab Sleman,hingga Kec Srumbung,Kab Magelang.

Hujan abu dan luncuran awan panas di lereng Merapi dibenarkan Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Subandriyo. Namun, Subandriyo lebih percaya jika naiknya aktivitas Merapi lantaran gempa yang terjadi Sabtu (23/6) lalu di Yogyakarta. Gempa ini diyakini menggetarkan dinding kantong magma sehingga memacu luncuran gas. ”Beberapa saat seusai gempa di Yogyakarta kemarin, asap sulfatara terus membumbung bahkan awan panas juga terlihat Sabtu sore harinya,”ujar Subandriyo.

Sementara,(BMG meminta masyarakat Yogyakarta dan daerah lain khususnya yang berada di sepanjang pantai Selatan, untuk tetap tenang dan tidak panik menyikapi seringnya gempa di kawasan perairan Samudra Indonesia. Menurut Kepala Seksi Data dan Informasi BMG Yogyakarta Tiar Prasetya, BMG mengharapkan masyarakat tidak terpengaruh oleh isu-isu yang menyesatkan seperti munculnya tsunami dan lain-lain. Dia beralasan, gempa yang berpotensi menimbulkan tsunami adalah yang memiliki kekuatan lebih dari 6,5 SR.

Sementara gempa-gempa belakangan ini masih di bawah 6 SR. ”Gempa yang dirasakan di sepanjang pantai selatan Jawa atau Samudra Indonesia akhir-akhir ini, termasuk pada Rabu pagi (27/6), merupakan dampak tumbukan antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia,” katanya. Tiar juga mengatakan gempa yang ditimbulkan pergerakan lempeng Indo-Australia itu waktunya hampir bersamaan. Karenanya, kekuatan yang ditimbulkan pun hampir sama. Hal ini membuat lempeng yang tidak kuat akan patah.

25 Juni 2007

Akibat Pencemaran, Biota Laut di Pesisir Perairan Kota Semarang Bisa Berkurang

Tanggal : 25 Juni 2007
Sumber : http://64.203.71.11/kompas-cetak/0706/25/jateng/55326.htm


SEMARANG, KOMPAS - Menjaga keragaman dan kelestarian biota laut di pesisir perairan Kota Semarang bukan hanya tugas pemerintah maupun kelompok-kelompok peduli lingkungan. Masyarakat, terutama yang tinggal di daerah aliran sungai, harus membangun kesadaran dan mau terlibat menjaga keragaman dan kelestarian biota laut itu.


Ketua Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (LPSPK FPIK) Universitas Diponegoro Semarang Krisna Adi Suryono mengatakan hal itu seusai mengambil sampel biota laut dalam sedimen laut pesisir Kecamatan Tugu, Semarang, Sabtu (23/6).


"Biota laut di pesisir perairan Kota Semarang lama-kelamaan bisa berkurang dan tidak lagi beragam. Reklamasi pantai dan pencemaran air yang datang dari akumulasi limbah industri dan rumah tangga menjadi penyebab utamanya," kata dia.


Sabtu pagi, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kota Semarang bekerja sama dengan LPSPK FPIK Undip meneliti biota laut di perairan Kecamatan Tugu. Penelitian ini untuk mengetahui keanekaragaman biota laut dan kondisi perairan pesisir Kota Semarang.


Penelitian itu dimulai dari pesisir Kelurahan Mangunharjo hingga pesisir Kelurahan Tambakharjo dengan jarak lurus sekitar lima kilometer. Tim yang beranggotakan lima orang ini menyewa perahu nelayan untuk mengambil sampel sedimen di enam titik. Sampel sedimen ini bisa menjadi bioindikator dan untuk mengukur kualitas air.


Perjalanan tim peneliti tersebut sempat terkendala. Ketika keluar dari muara Kali Mangunharjo, mesin perahu yang ditumpangi tim peneliti rusak sehingga perahu itu sempat terapung-apung di laut lepas. Beberapa menit kemudian, perahu nelayan lain datang menolong dan menarik perahu itu kembali ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Mangunharjo. Masih bagus


Berdasarkan hasil pengamatan sementara sebelum uji laboratorium, Krisna bersama timnya menyatakan, perairan di lokasi penelitian itu masih bagus. Tanah dan air tidak berbau, jumlah oksigen terlarut masih tinggi atau rata-rata di atas tujuh miligram per liter, dan derajat keasaman 6,5-7 pH.


Menurut dia, perairan pesisir Kecamatan Tugu itu sangat diuntungkan karena tidak banyak industri di daerah itu. Untuk itu, ia berharap agar kondisi itu tetap dipertahankan dan dilestarikan dengan penanaman mangrove.


Beberapa waktu lalu, Kepala Bapedalda Kota Semarang Sujoko mengatakan, penelitian itu untuk mengetahui keberadaan zat pencemar dalam air laut maupun biota. Ia berharap hasil penelitian ini bisa menjadi dasar Pemerintah Kota Semarang dalam mengambil kebijakan selanjutnya.

24 Juni 2007

Kerusakan Hutan Bakau di NTT Makin Meluas

Tanggal : 24 Juni 2007
Sumber : http://www.kapanlagi.com/h/0000178103.html


Kapanlagi.com - Kerusakan hutan bakau (mangrove) di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diakibatkan oleh ulah manusia semakin meluas sehingga upaya rehabilitasi harus terus digalakkan instansi terkait dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat.

"Belakangan ini makin banyak hutan bakau di wilayah NTT yang punah karena ditebang oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab baik untuk bahan bangunan maupun kayu bakar," kata Wakil Gubernur NTT, Drs Frans Lebu Raya, di Kupang, Sabtu, usai memimpin kegiatan penanaman 400 pohon bakau di Teluk Kupang.


Kegiatan penanaman pohon bakau itu dipadu dengan kegiatan bersih pantai dan wisata pendidikan yang melibatkan 400 peserta dari 37 instansi, lembaga pendidikan, LSM dan kelompok masyarakat, kelompok Taman Kanak-kanak (TK) dan murid Sekolah dasar (SD), yang diselenggerakan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTT.


Lebu Raya mengatakan, selain perambahan dan penebangan hutan bakau secara liar juga adanya upaya pembukaan kawasan hutan bakau untuk kepentingan pertambakan atau untuk kepentingan lainnya yang tidak jelas arahnya.


"Tentu saja perbuatan itu harus dihentikan sebab kerusakan hutan bakau juga dapat memicu abrasi pantai. Karena itu, berbagai kegiatan yang mengarah kepada upaya pelestarian lingkungan pesisir dan laut harus terus dilaksanakan," ujarnya.


Data versi Dinas Kehutanan Provinsi NTT, luas hutan bakau di kawasan pesisir Pulau Timor yang mencakup Kabupaten Belu, Timor Tengah Utara (TTU), Timor Tengah Selatan (TTS), Kota dan Kabupaten Kupang, termasuk Pulau Semau, Rote, Landau, Manuk, Oebua dan Pulau Sabu, diperkirakan mencapai 17.602,45 hektare.


Juga terdapat ratusan hektare tanaman bakau yang tumbuh secara liar di daratan Timor. Hasil penelitian Pusat Studi Lingkungan (PSL) Universitas Nusa Cendana (Undana), tahun 1995 lalu, menyebutkan di wilayah Kota dan Kabupaten Kupang terdapat 18 jenis tanaman bakau yang tumbuh secara alami, seperti Aegeceras corniculatum, Avicennia alba, Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa serta Sonneratia alba.


Di Pulau Semau tumbuhi tiga jenis bakau yakni Avicennia marina, Ceriops tagal dan Xylocarpus mollucensis.


Dalam pemantauan lapangan yang dilakukan pejabat eksekutif maupun legislatif di tahun 2006, luas kawasan hutan bakau di Pulau Timor yang mengalami kerusakan makin meluas hingga mencapai belasan hektare.


Mantan Wakil Ketua DPRD NTT itu mengatakan, ekosistem hutan bakau memiliki kedudukan dan karakteristik dengan tiga fungsi utama, yakni fungsi fisik, biologi dan sosial ekonomi.


Fungsi fisik diartikan sebagai kawasan hutan yang berperan sebagai penahan abrasi atau pengikisan pantai oleh gelombang laut, penahan angin, perangkap sedimen dan penahan intrusi atau perembesan air laut.


Fungsi biologi yakni kawasan hutan bakau memiliki habitat satwa liar seperti burung/avis, reptilia, mamalia, udang/ikan dan juga sebagai tempat berkembang biak (nursery ground) jenis kepiting, ikan maupun udang.


Sedangkan fungsi sosial ekonomi mengandung makna kawasan hutan bakau sebagai habitat bagi berbagai jenis ikan, udang, kepiting, satwa liar dan nilai ekonomis serta lahan hutan bakau itu sendiri dapat dimanfaatkan masyarakat setempat sebagai tempat mencari nafkah serta memenuhi sebagian kebutuhan hidupnya.


"Mungkin saja kerusakan hutan bakau itu dikarenakan belum mantapnya pengelolaan kawasan hutan, terbatasnya sarana serta prasarana dalam tugas pengawasan kelestarian lingkungan dan belum adanya tata batas, zonasi kawasan serta peraturan perundangan-undangan," katanya.

12 Juni 2007

Intrusi Air Laut di Jakarta Terus Berlanjut

Tanggal : 12 Juni 2007
Sumber : http://www.ypha.or.id/information.php?subaction=showfull&id=1181642668&archive=&start_from=&ucat=2&


Jakarta, Kompas - Intrusi atau peresapan air laut yang mencemari air tanah di Jakarta hingga kini terus berlanjut. Ini dikarenakan proses penanaman vegetasi di pesisir, optimalisasi resapan air, dan pengurangan eksploitasi air tanah tidak berjalan.

Untuk menahan intrusi tersebut, warga Jakarta sebenarnya dapat membuat lubang resapan biopori, seperti yang dilakukan warga Bogor saat ini. Demikian disampaikan pencetus teknologi lubang resapan biopori dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Kamir R Brata.

Lubang-lubang resapan biopori (LRB) dibuat di Bogor untuk memasukkan air hujan sebanyak- banyaknya ke dalam tanah hingga meresap ke sumber air tanah. Upaya ini juga bertujuan untuk mengurangi limpasan air hujan ke daerah hulu di wilayah Jakarta hingga mengakibatkan banjir. Jakarta sendiri sekarang juga membutuhkan teknologi seperti itu untuk melawan intrusi air laut," urai Kamir.

Pada peringatan Hari Lingkungan Hidup di Balai Kota Bogor, Minggu (10/6), Kamir dan Rektor IPB Ahmad Ansori diberi penghargaan oleh Wali Kota Bogor atas upaya mereka menyelamatkan lingkungan hidup. Pada kesempatan itu Pemerintah Kota Bogor membagikan 210 bor LRB dan Bank Ekspor Indonesia memberikan 470 bor LRB kepada masyarakat Bogor.

LRB merupakan teknik sederhana untuk meresapkan air ke dalam tanah melalui lubang dengan diameter 15-30 sentimeter dan kedalaman satu meter. Untuk mengoptimalkan pori-pori tanah dalam menyerap air, perlu ditumbuhkan fauna atau tanaman dengan cara memasukkan sampah organik ke lubang tersebut.

Jika LRB juga dibuat masyarakat Jakarta secara meluas, peresapan air ke dalam tanah pun akan meningkat. Kondisi tanah yang banyak menyerap air hujan ini akan mengisi kembali pori yang kosong akibat eksploitasi air tanah hingga akhirnya dapat menahan intrusi air laut.

Secara terpisah, Kepala Subdirektorat Mitigasi Bencana dan Pencemaran Lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan Subandono Diposaptono mengatakan, semestinya upaya menahan intrusi air laut menjadi agenda penting di Jakarta. Pantai Jakarta harus ditanami mangrove, area resapan air dipertahankan dan ditambah, serta pengambilan air tanah dikurangi.

"Saat ini intrusi air laut ke dalam tanah di Jakarta sudah makin menjauh dari garis pantai. Upaya menahan intrusi yang paling penting meliputi tiga hal, yaitu membuat vegetasi mangrove, memperluas area resapan air, dan mengurangi pemanfaatan air dalam tanah," kata Subandono Diposaptono. (NAW)

(sumber: http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0706/12/humaniora/3592388.htm)