20 September 2007

Abrasi Ancam 40% Pantai Indonesia

Tanggal : 20 September 2007
Sumber : http://www.kapanlagi.com/h/0000191842.html


Kapanlagi.com - Abrasi atau kerusakan daratan akibat ombak masih menjadi ancaman 40% pantai di Indonesia yang tercatat mencapai 81.000 kilometer sementara target penanganan sesuai RPJM hanya 250 kilometer.

Direktur Rawa dan Pantai Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Departemen PU, Ramli Djohan mengatakan, kerusakan akibat abrasi mencapai 30 ribu kilometer sementara anggaran yang tersedia hanya untuk 250 kilometer sampai 2009.


Sementara itu menurut Dirjen Sumber Daya Air Departemen PU, Iwan Nursyirwan mengungkapkan, anggaran untuk penanganan hal tersebut hanya sebesar Rp423 miliar sampai 2009.


Dari kerusakan yang begitu besar, kita tidak bisa berbuat banyak, selain luasnya pantai di Indonesia juga karena anggaran yang terbatas, lanjut Dirjen SDA.


Bencana alam yang mengancam pesisir dan pulau-pulau kecil, menurut Ramli Djohan, disebabkan adanya gelombang besar, pasang laut luar biasa, erosi pantai, sedimentasi pantai, tsunami, angin badai, gempa bumi dan banjir.


Hal lainnya yang tidak kalah penting ialah keacuhan sikap masyarakat dalam menjaga ekosistem.


Bencana pesisir didefinisikan sebagai peristiwa alam atau perbuatan orang yang menimbulkan perubahan fisik dan atau hayati pesisir yang mengakibatkan korban jiwa, harta dan juga kerusakan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.


Tentu fenomena dan kejadian alam ini perlu kita tangani serius sehingga tidak menimbulkan abrasi yang lebih parah, kata Ramli.


Untuk mencegah terjadinya abrasi yang lebih buruk lagi, Iwan Nursyirwan mengatakan pihaknya sudah melakukan pengamanan pantai, berupa pemecah gelombang, revetment, pembentukan tembok laut dan juga membentuk groin.


Pemecah gelombang berfungsi untuk meredam gaya gelombang sebelum mencapai pantai. Revetmen bertujuan untuk mempertahankan garis pantai dan erosi.


Sedangkan groin pada dasarnya mirip dengan tembok laut, namun istilahnya dibedakan karena tembok laut memang berupa tembok. Sementara groin dibangun di pantai pada posisi tegak lurus garis pantai agar dapat menahan material sedimen.


Selain membuat Groin, Ditjen SDA juga melakukan pengamanan pantai dengan menanam tanaman hutan pantai yang bisa meredam gaya lingkungan laut yang menimbulkan bencana.


Namun untuk tsunami, tidak dapat ditanggulangi oleh bangunan pengaman seperti Groin ataupun hutan Bakau.


Meski di Jepang ada upaya membuat tembok laut penahan tsunami, namun efektifitasnya masih harus dipertanyakan, sehingga tidak direkomendasikan di Indonesia, ujar Ramli.


Upaya penanggulangan tsunami lebih kepada tahap kesiapsiagaan dan tindak darurat melalui sistem peringatan dini yang efektif.


Mengenai kasus bencana gempa di Bengkulu, Iwan menerangkan kerusakan bibir pantai sekitar 11 kilometer. Kerusakan terutama terjadi di Bengkulu ke arah utara hingga Muko-Muko.


Kerusakannya memang tidak lurus tetapi ada di beberapa tempat sampai 3 meter daratan dan panjangnnya mencapai 11 kilometer, jelas Iwan Nursyirwan.

Tidak ada komentar: