Tanggal : 28 Juni 2007
sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/berita-utama/gelombang-pasang-ancam-wilayah-pesisir-2.html
DENPASAR (SINDO) – Warga pesisir perairan wilayah Indonesia timur, laut selatan Jawa dan Bali, serta Sumatera diharap waspada. Gelombang pasang dengan ketinggian 3–5 meter,yang diperkirakan terjadi hari ini hingga besok (29/6),dapat membahayakan aktivitas nelayan maupun warga pesisir pantai.
”Gelombang pasang ini hampir terjadi merata di sepanjang pesisir wilayah barat daya dan selatan,”kata Kepala Bidang Data dan Informasi Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Wilayah III Denpasar Sutrisno, kemarin. Laporan Balai Besar Meteorologi dan Geofisika (BBMG) Wilayah III Denpasar menyebutkan, gelombang pasang juga melanda perairan Laut Flores, Laut Banda, selatan Maluku, Laut Buru, selatan Rote, Laut Aru, Laut Timor, Laut Suwu hingga Laut Arafura.
Berdasarkan citra satelit cuaca dan pola angin,diperkirakan daerah pertumbuhan awan dan hujan terjadi di Selat Karimata, Laut Jawa, perairan Kalimantan Selatan, Selat Makassar, Laut Flores bagian utara, perairan Maluku dan perairan Papua. Penerbangan yang melewati wilayah potensi awan cumulus nimbus tersebut diminta waspada. Melihat prediksi itu, BMG resmi mengeluarkan peringatan dini bagi masyarakat di pesisir, terutama nelayan dengan kapal kecil agar meningkatkan kewaspadaan.
Peringatan juga disampaikan untuk penyeberangan Gilimanuk-Ketapang (Bali-Jawa) dan Padangbai- Lembar (Bali-Lombok).Setiap kapal penyeberangan diminta mematuhi rambu-rambu untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan laut. Prediksi cuaca buruk ini membuat sebagian besar nelayan memilih libur melaut. Di Pantai Kedonganan, Kab Badung, misalnya, para nelayan sudah menambatkan kapalnya sejak Selasa (26/6) malam. Ini karena kondisi ombak pasang disertai angin kencang.
”Kita pilih tarik kapal daripada hancur seperti beberapa waktu lalu,” ujar Made Atmadja,salah satu nelayan. Ancaman gelombang pasang juga membuat BMG Stasiun Tabing Padang, Sumbar, memberikan peringatan kepada nelayan kawasan pantai barat Samudra Hindia agar waspada.Staf BMG Tabing Padang Muhammad Fadli mengatakan, tinggi gelombang laut di perairan Samudra Hindia kemarin mencapai tiga hingga empat meter khusus di bagian sebelah barat perairan Kepulauan Mentawai atau Samudra Hindia.
Menurut Fadli, peringatan itu diberikan agar tidak terjadi hal di luar dugaan bagi nelayan saat melaut. Dari Kab Pesisir Selatan, Sumbar, dilaporkan, gelombang pasang membuat nelayan setempat hanya melaut pada radius paling jauh 17 mil laut dari pesisir. ”Meski ada imbauan bupati agar nelayan tidak melaut selama musim badai, kami terpaksa melaut juga untuk memenuhi kebutuhan hidup.Tapi jaraknya hanya di sekitar pulau atau paling jauh 17 mil dari pantai,” kata seorang nelayan , Joni, 30, di perkampungan nelayan Carocok, Kec Koto XI Tarusan,Pessel,kemarin.
Dia mengakui, dengan melaut dekat pulau, hasil tangkapan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan melaut sampai tengah atau ke perairan Mentawai yang berjarak hingga 100 mil laut. Biasanya, jika kondisi normal dan melaut jauh ke tengah, sekali melaut kapal nelayan bisa mendapat tangkapan hingga 400 keranjang. Sementara bila di perairan dekat pulau, umumnya hanya menghasilkan tangkapan 100 keranjang sekali melaut. Gelombang pasang juga terjadi di Pantai Selatan Jawa, seperti di wilayah pesisir Gunungkidul, DIY.
Kemarin, gelombang di sekitar Pantai Baron dan Kukup mencapai tinggi rata-rata 2,5 meter. Hembusan angin yang relatif normal membuat nelayan masih berani melaut. ”Sejak Selasa, gelombang laut di pantai wilayah Gunungkidul umumnya besar dan tinggi dibanding hari-hari biasa, namun kondisi itu tidak menghambat aktivitas nelayan yang sedang melaut mencari ikan,” kata anggota SAR Pantai Baron,Ngatno.
Dia mengatakan sebagian besar pantai di laut selatan Gunungkidul terlindungi jajaran bukit karang sehingga gelombang besar yang terjadi tidak terlalu tinggi. Lain dengan kawasan pantai selatan wilayah Kab Bantul,Kulonprogo, hingga ke barat wilayah Jawa Tengah (Jateng),seperti Purworejo dan Kebumen, yang tidak ada jajaran bukit karang kecuali sedikit di Kebumen, yaitu di Pantai Ayah dan Logending. Di sana, gelombang besar dan tinggi langsung menerjang pantai.
Gempa di Cilacap
Kemarin, sekitar pukul 05.23 WIB dan 05.49 WIB terjadi gempa beruntun di Cilacap, Jateng. Pusat gempa pertama berkekuatan 6,0 Skala Richter (SR) berada 340 km sebelah barat daya Cilacap dengan kedalaman 30 km pada koordinat 10,62 Lintang Selatan (LS) dan 108,01 Bujur Timur (BT).
Sementara gempa kedua dengan kekuatan 5,2 SR terjadi pada koordinat 10,64 LS dan 108,04 BT di 341 km arah barat daya Cilacap dengan kedalaman 30 km. Kepala BMG Cilacap Budi Anggono menyatakan, gempa tersebut terjadi di tempat yang hampir sama akibat bergesernya lempengan bumi. ”Gempa memang terjadi sebanyak dua kali.Lokasi terjadinya gempa hampir berdekatan,” kata Budi,kemarin. Budi menambahkan, dalam beberapa waktu terakhir sering terjadi gempa di wilayah selatan, meski dia belum mengetahui penyebabnya.
”Namun, gempa tadi pagi termasuk besar,meski masyarakat hanya merasakan guncangan kecil,” terangnya. Sekretaris Harian Satuan Pe- laksana (Satlak) Penanggulangan Banjir dan Pengungsi (PBP) Cilacap Yayan Rusiawan mengakui juga banyaknya laporan dari warga Cilacap khususnya bagian barat tentang gempa itu. ”Warga di Cilacap bagian barat seperti di Patimuan, Majenang, dan lainnya merasakan gempa tersebut, meski kecil. Setelah mendapat laporan dari BMG, kita langsung menginformasikan keadaan yang terjadi dan meminta agar warga tidak panik,”katanya.
Gempa ini diyakini berdampak pada aktivitas Gunung Merapi di wilayah Jateng dan DIY.Luncuran awan panas dan hujan abu terjadi di lereng Merapi, kemarin (27/6), beberapa jam setelah gempa tektonik di barat daya Cilacap. Petugas pengamat Gunung Merapi di Pos Kaliurang,Panut,mengatakan bahwa sejak siang Merapi tertutup oleh kabut tebal.Dari catatan di pos pengamatan, aktivitas vulkanik mengalami peningkatan.”Gempa guguran dan gempa multifase meningkat,”kata Panut,kemarin.
Setelah itu sempat terjadi luncuran awan panas menuju Sungai Gendol. Selang beberapa saat kemudian masyarakat di sekitar lereng Gunung Merapi banyak yang melaporkan terjadinya hujan abu. Dari laporan yang masuk, kata Panut, hujan abu dirasakan warga sejumlah desa yang tinggal di lereng sebelah barat daya dan barat Gunung Merapi.Warga yang merasakan hujan abu ini berada di sekitar Kec Turi,Kab Sleman,hingga Kec Srumbung,Kab Magelang.
Hujan abu dan luncuran awan panas di lereng Merapi dibenarkan Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Subandriyo. Namun, Subandriyo lebih percaya jika naiknya aktivitas Merapi lantaran gempa yang terjadi Sabtu (23/6) lalu di Yogyakarta. Gempa ini diyakini menggetarkan dinding kantong magma sehingga memacu luncuran gas. ”Beberapa saat seusai gempa di Yogyakarta kemarin, asap sulfatara terus membumbung bahkan awan panas juga terlihat Sabtu sore harinya,”ujar Subandriyo.
Sementara,(BMG meminta masyarakat Yogyakarta dan daerah lain khususnya yang berada di sepanjang pantai Selatan, untuk tetap tenang dan tidak panik menyikapi seringnya gempa di kawasan perairan Samudra Indonesia. Menurut Kepala Seksi Data dan Informasi BMG Yogyakarta Tiar Prasetya, BMG mengharapkan masyarakat tidak terpengaruh oleh isu-isu yang menyesatkan seperti munculnya tsunami dan lain-lain. Dia beralasan, gempa yang berpotensi menimbulkan tsunami adalah yang memiliki kekuatan lebih dari 6,5 SR.
Sementara gempa-gempa belakangan ini masih di bawah 6 SR. ”Gempa yang dirasakan di sepanjang pantai selatan Jawa atau Samudra Indonesia akhir-akhir ini, termasuk pada Rabu pagi (27/6), merupakan dampak tumbukan antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia,” katanya. Tiar juga mengatakan gempa yang ditimbulkan pergerakan lempeng Indo-Australia itu waktunya hampir bersamaan. Karenanya, kekuatan yang ditimbulkan pun hampir sama. Hal ini membuat lempeng yang tidak kuat akan patah.
sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/berita-utama/gelombang-pasang-ancam-wilayah-pesisir-2.html
DENPASAR (SINDO) – Warga pesisir perairan wilayah Indonesia timur, laut selatan Jawa dan Bali, serta Sumatera diharap waspada. Gelombang pasang dengan ketinggian 3–5 meter,yang diperkirakan terjadi hari ini hingga besok (29/6),dapat membahayakan aktivitas nelayan maupun warga pesisir pantai.
”Gelombang pasang ini hampir terjadi merata di sepanjang pesisir wilayah barat daya dan selatan,”kata Kepala Bidang Data dan Informasi Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Wilayah III Denpasar Sutrisno, kemarin. Laporan Balai Besar Meteorologi dan Geofisika (BBMG) Wilayah III Denpasar menyebutkan, gelombang pasang juga melanda perairan Laut Flores, Laut Banda, selatan Maluku, Laut Buru, selatan Rote, Laut Aru, Laut Timor, Laut Suwu hingga Laut Arafura.
Berdasarkan citra satelit cuaca dan pola angin,diperkirakan daerah pertumbuhan awan dan hujan terjadi di Selat Karimata, Laut Jawa, perairan Kalimantan Selatan, Selat Makassar, Laut Flores bagian utara, perairan Maluku dan perairan Papua. Penerbangan yang melewati wilayah potensi awan cumulus nimbus tersebut diminta waspada. Melihat prediksi itu, BMG resmi mengeluarkan peringatan dini bagi masyarakat di pesisir, terutama nelayan dengan kapal kecil agar meningkatkan kewaspadaan.
Peringatan juga disampaikan untuk penyeberangan Gilimanuk-Ketapang (Bali-Jawa) dan Padangbai- Lembar (Bali-Lombok).Setiap kapal penyeberangan diminta mematuhi rambu-rambu untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan laut. Prediksi cuaca buruk ini membuat sebagian besar nelayan memilih libur melaut. Di Pantai Kedonganan, Kab Badung, misalnya, para nelayan sudah menambatkan kapalnya sejak Selasa (26/6) malam. Ini karena kondisi ombak pasang disertai angin kencang.
”Kita pilih tarik kapal daripada hancur seperti beberapa waktu lalu,” ujar Made Atmadja,salah satu nelayan. Ancaman gelombang pasang juga membuat BMG Stasiun Tabing Padang, Sumbar, memberikan peringatan kepada nelayan kawasan pantai barat Samudra Hindia agar waspada.Staf BMG Tabing Padang Muhammad Fadli mengatakan, tinggi gelombang laut di perairan Samudra Hindia kemarin mencapai tiga hingga empat meter khusus di bagian sebelah barat perairan Kepulauan Mentawai atau Samudra Hindia.
Menurut Fadli, peringatan itu diberikan agar tidak terjadi hal di luar dugaan bagi nelayan saat melaut. Dari Kab Pesisir Selatan, Sumbar, dilaporkan, gelombang pasang membuat nelayan setempat hanya melaut pada radius paling jauh 17 mil laut dari pesisir. ”Meski ada imbauan bupati agar nelayan tidak melaut selama musim badai, kami terpaksa melaut juga untuk memenuhi kebutuhan hidup.Tapi jaraknya hanya di sekitar pulau atau paling jauh 17 mil dari pantai,” kata seorang nelayan , Joni, 30, di perkampungan nelayan Carocok, Kec Koto XI Tarusan,Pessel,kemarin.
Dia mengakui, dengan melaut dekat pulau, hasil tangkapan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan melaut sampai tengah atau ke perairan Mentawai yang berjarak hingga 100 mil laut. Biasanya, jika kondisi normal dan melaut jauh ke tengah, sekali melaut kapal nelayan bisa mendapat tangkapan hingga 400 keranjang. Sementara bila di perairan dekat pulau, umumnya hanya menghasilkan tangkapan 100 keranjang sekali melaut. Gelombang pasang juga terjadi di Pantai Selatan Jawa, seperti di wilayah pesisir Gunungkidul, DIY.
Kemarin, gelombang di sekitar Pantai Baron dan Kukup mencapai tinggi rata-rata 2,5 meter. Hembusan angin yang relatif normal membuat nelayan masih berani melaut. ”Sejak Selasa, gelombang laut di pantai wilayah Gunungkidul umumnya besar dan tinggi dibanding hari-hari biasa, namun kondisi itu tidak menghambat aktivitas nelayan yang sedang melaut mencari ikan,” kata anggota SAR Pantai Baron,Ngatno.
Dia mengatakan sebagian besar pantai di laut selatan Gunungkidul terlindungi jajaran bukit karang sehingga gelombang besar yang terjadi tidak terlalu tinggi. Lain dengan kawasan pantai selatan wilayah Kab Bantul,Kulonprogo, hingga ke barat wilayah Jawa Tengah (Jateng),seperti Purworejo dan Kebumen, yang tidak ada jajaran bukit karang kecuali sedikit di Kebumen, yaitu di Pantai Ayah dan Logending. Di sana, gelombang besar dan tinggi langsung menerjang pantai.
Gempa di Cilacap
Kemarin, sekitar pukul 05.23 WIB dan 05.49 WIB terjadi gempa beruntun di Cilacap, Jateng. Pusat gempa pertama berkekuatan 6,0 Skala Richter (SR) berada 340 km sebelah barat daya Cilacap dengan kedalaman 30 km pada koordinat 10,62 Lintang Selatan (LS) dan 108,01 Bujur Timur (BT).
Sementara gempa kedua dengan kekuatan 5,2 SR terjadi pada koordinat 10,64 LS dan 108,04 BT di 341 km arah barat daya Cilacap dengan kedalaman 30 km. Kepala BMG Cilacap Budi Anggono menyatakan, gempa tersebut terjadi di tempat yang hampir sama akibat bergesernya lempengan bumi. ”Gempa memang terjadi sebanyak dua kali.Lokasi terjadinya gempa hampir berdekatan,” kata Budi,kemarin. Budi menambahkan, dalam beberapa waktu terakhir sering terjadi gempa di wilayah selatan, meski dia belum mengetahui penyebabnya.
”Namun, gempa tadi pagi termasuk besar,meski masyarakat hanya merasakan guncangan kecil,” terangnya. Sekretaris Harian Satuan Pe- laksana (Satlak) Penanggulangan Banjir dan Pengungsi (PBP) Cilacap Yayan Rusiawan mengakui juga banyaknya laporan dari warga Cilacap khususnya bagian barat tentang gempa itu. ”Warga di Cilacap bagian barat seperti di Patimuan, Majenang, dan lainnya merasakan gempa tersebut, meski kecil. Setelah mendapat laporan dari BMG, kita langsung menginformasikan keadaan yang terjadi dan meminta agar warga tidak panik,”katanya.
Gempa ini diyakini berdampak pada aktivitas Gunung Merapi di wilayah Jateng dan DIY.Luncuran awan panas dan hujan abu terjadi di lereng Merapi, kemarin (27/6), beberapa jam setelah gempa tektonik di barat daya Cilacap. Petugas pengamat Gunung Merapi di Pos Kaliurang,Panut,mengatakan bahwa sejak siang Merapi tertutup oleh kabut tebal.Dari catatan di pos pengamatan, aktivitas vulkanik mengalami peningkatan.”Gempa guguran dan gempa multifase meningkat,”kata Panut,kemarin.
Setelah itu sempat terjadi luncuran awan panas menuju Sungai Gendol. Selang beberapa saat kemudian masyarakat di sekitar lereng Gunung Merapi banyak yang melaporkan terjadinya hujan abu. Dari laporan yang masuk, kata Panut, hujan abu dirasakan warga sejumlah desa yang tinggal di lereng sebelah barat daya dan barat Gunung Merapi.Warga yang merasakan hujan abu ini berada di sekitar Kec Turi,Kab Sleman,hingga Kec Srumbung,Kab Magelang.
Hujan abu dan luncuran awan panas di lereng Merapi dibenarkan Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Subandriyo. Namun, Subandriyo lebih percaya jika naiknya aktivitas Merapi lantaran gempa yang terjadi Sabtu (23/6) lalu di Yogyakarta. Gempa ini diyakini menggetarkan dinding kantong magma sehingga memacu luncuran gas. ”Beberapa saat seusai gempa di Yogyakarta kemarin, asap sulfatara terus membumbung bahkan awan panas juga terlihat Sabtu sore harinya,”ujar Subandriyo.
Sementara,(BMG meminta masyarakat Yogyakarta dan daerah lain khususnya yang berada di sepanjang pantai Selatan, untuk tetap tenang dan tidak panik menyikapi seringnya gempa di kawasan perairan Samudra Indonesia. Menurut Kepala Seksi Data dan Informasi BMG Yogyakarta Tiar Prasetya, BMG mengharapkan masyarakat tidak terpengaruh oleh isu-isu yang menyesatkan seperti munculnya tsunami dan lain-lain. Dia beralasan, gempa yang berpotensi menimbulkan tsunami adalah yang memiliki kekuatan lebih dari 6,5 SR.
Sementara gempa-gempa belakangan ini masih di bawah 6 SR. ”Gempa yang dirasakan di sepanjang pantai selatan Jawa atau Samudra Indonesia akhir-akhir ini, termasuk pada Rabu pagi (27/6), merupakan dampak tumbukan antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia,” katanya. Tiar juga mengatakan gempa yang ditimbulkan pergerakan lempeng Indo-Australia itu waktunya hampir bersamaan. Karenanya, kekuatan yang ditimbulkan pun hampir sama. Hal ini membuat lempeng yang tidak kuat akan patah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar