24 Juni 2007

Kerusakan Hutan Bakau di NTT Makin Meluas

Tanggal : 24 Juni 2007
Sumber : http://www.kapanlagi.com/h/0000178103.html


Kapanlagi.com - Kerusakan hutan bakau (mangrove) di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diakibatkan oleh ulah manusia semakin meluas sehingga upaya rehabilitasi harus terus digalakkan instansi terkait dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat.

"Belakangan ini makin banyak hutan bakau di wilayah NTT yang punah karena ditebang oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab baik untuk bahan bangunan maupun kayu bakar," kata Wakil Gubernur NTT, Drs Frans Lebu Raya, di Kupang, Sabtu, usai memimpin kegiatan penanaman 400 pohon bakau di Teluk Kupang.


Kegiatan penanaman pohon bakau itu dipadu dengan kegiatan bersih pantai dan wisata pendidikan yang melibatkan 400 peserta dari 37 instansi, lembaga pendidikan, LSM dan kelompok masyarakat, kelompok Taman Kanak-kanak (TK) dan murid Sekolah dasar (SD), yang diselenggerakan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTT.


Lebu Raya mengatakan, selain perambahan dan penebangan hutan bakau secara liar juga adanya upaya pembukaan kawasan hutan bakau untuk kepentingan pertambakan atau untuk kepentingan lainnya yang tidak jelas arahnya.


"Tentu saja perbuatan itu harus dihentikan sebab kerusakan hutan bakau juga dapat memicu abrasi pantai. Karena itu, berbagai kegiatan yang mengarah kepada upaya pelestarian lingkungan pesisir dan laut harus terus dilaksanakan," ujarnya.


Data versi Dinas Kehutanan Provinsi NTT, luas hutan bakau di kawasan pesisir Pulau Timor yang mencakup Kabupaten Belu, Timor Tengah Utara (TTU), Timor Tengah Selatan (TTS), Kota dan Kabupaten Kupang, termasuk Pulau Semau, Rote, Landau, Manuk, Oebua dan Pulau Sabu, diperkirakan mencapai 17.602,45 hektare.


Juga terdapat ratusan hektare tanaman bakau yang tumbuh secara liar di daratan Timor. Hasil penelitian Pusat Studi Lingkungan (PSL) Universitas Nusa Cendana (Undana), tahun 1995 lalu, menyebutkan di wilayah Kota dan Kabupaten Kupang terdapat 18 jenis tanaman bakau yang tumbuh secara alami, seperti Aegeceras corniculatum, Avicennia alba, Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa serta Sonneratia alba.


Di Pulau Semau tumbuhi tiga jenis bakau yakni Avicennia marina, Ceriops tagal dan Xylocarpus mollucensis.


Dalam pemantauan lapangan yang dilakukan pejabat eksekutif maupun legislatif di tahun 2006, luas kawasan hutan bakau di Pulau Timor yang mengalami kerusakan makin meluas hingga mencapai belasan hektare.


Mantan Wakil Ketua DPRD NTT itu mengatakan, ekosistem hutan bakau memiliki kedudukan dan karakteristik dengan tiga fungsi utama, yakni fungsi fisik, biologi dan sosial ekonomi.


Fungsi fisik diartikan sebagai kawasan hutan yang berperan sebagai penahan abrasi atau pengikisan pantai oleh gelombang laut, penahan angin, perangkap sedimen dan penahan intrusi atau perembesan air laut.


Fungsi biologi yakni kawasan hutan bakau memiliki habitat satwa liar seperti burung/avis, reptilia, mamalia, udang/ikan dan juga sebagai tempat berkembang biak (nursery ground) jenis kepiting, ikan maupun udang.


Sedangkan fungsi sosial ekonomi mengandung makna kawasan hutan bakau sebagai habitat bagi berbagai jenis ikan, udang, kepiting, satwa liar dan nilai ekonomis serta lahan hutan bakau itu sendiri dapat dimanfaatkan masyarakat setempat sebagai tempat mencari nafkah serta memenuhi sebagian kebutuhan hidupnya.


"Mungkin saja kerusakan hutan bakau itu dikarenakan belum mantapnya pengelolaan kawasan hutan, terbatasnya sarana serta prasarana dalam tugas pengawasan kelestarian lingkungan dan belum adanya tata batas, zonasi kawasan serta peraturan perundangan-undangan," katanya.

Tidak ada komentar: