Tanggal : 12 Januari 2008
Sumber : http://www.tribun-timur.com/view.php?id=59526&jenis=Opini
ISU global warming atau pemanasan global mulai merebak dan menjadi perbincangan elite politik dunia. Sementara rakyat telah merasakan dampaknya.
Jumlah rakyat yang terserang penyakit dan meninggal dunia karena dampak pemanasan global ini presentasenya semakin meningkat. Yang lebih memiriskan, elite politik baru melaksanakan konsesus setelah banyak rakyat yang menderita.
Permukaan air laut Indonesia diprediksikan akan naik 0,8 cm per tahun dan akan menenggelamkan pulau-pulau kecil sampai setinggi satu meter dalam 15 tahun ke depan (eramuslim.com).
Wilayah pesisir Pulau Jawa juga diprediksi juga terancam tenggelam. Pasalnya pertengahan Mei 2007 terjadi gelombang pasang. Dengan kata lain, peluang bencana alam banjir semakin besar. Banjir menjadi masalah warga Jakarta dan sekitarnya belakangan ini.
Kondisi cuaca ekstim menjadi peristiwa rutin. Badai tropis akan lebih sering terjadi dan semakin besar intensitasnya. Gelombang panas dan hujan lebat akan melanda sebagian wilayah kita serta risiko kebakaran hutan lebih tinggi. Wilayah darat akan menglami kekeringan yang berakhir dengan menurunnya produktivitas lahan.
Peningkatan suhu telah banyak menimbulkan wabah penyakit endemik "lama dan baru" seperti leptospiratos, demam berdarah, diare, dan malaria. Penyakit tersebut telah memakan korban.
Tingkat perkembangbiakan nyamuk, yang menjadi media penyebaran penyakit, meningkat karena perubahan curah hujan dan kelembapan. Siklus perkawinan dan pertumbuhan nyamuk dari telur menjadi larva dan nyamuk dewasa akan dipersingkat sehingga jumlah populasinya meningkat lebih cepat.
Saat ini, sekitar 270 juta penduduk dunia menderita malaria atau 42 persen penduduk bumi berisiko terkena malaria. Badan PBB yang menangani kesehatan, WHO, mencatat sekitar dua juta penduduk meninggal karena berbagai penyakit yang ditularkan nyamuk.
Hewan akan berimigrasi ke daerah kutub atau ke pegunungan. Tetapi proses perpindahan hewan tersebut akan mengalami gangguan karena jalan yang akan mereka tempuh telah menjadi kawasan pembangunan. Diramalkan spesies hewan tidak mampu bertambah cepat dan akhirnya akan musnah.
Tumbuhan juga akan mengalami hal yang sama. Kenaikan suhu sekitar 2,7 F akan menyebabkan sekitar 30 persen tumbuhan akan mati. Itulah sebgian kecil dampak global warming.
Global Warming
Global warming yang biasa disebut pemanasan global merupakan kondisi di mana meningkatnya temperature rata-rata atmosfir, laut, dan daratan. Global warming ini menimbulkan perubahan iklim.
Pemicu utama terjadinya pemanasan global adalah meningkatnya emisi karbon yang diawali dengan naiknya konsentrasi gas karbondioksida dan gas-gas lain ke atmosfir.
Kenaikan konsentrasi gas tersebut tidak terlepas dari kenaikan penggunaan bahan bakar atau energi fosil (bahan bakar minyak dan batu bara).
Berbicara tentang pemansan global seakan tidak berpengaruh dengan kehidupan sehari-hari kita. Tanpa kita sadari tenyata kita telah menjadi manusia yang serakah, yang selalu mementingkan kemewahan atau pola hidup konsumerisme.
Dengan bangga kita menggunakan barang elektronik, dengan sombong kita membuka lahan pertanian baru dengan menebang hutan, dengan gagah kita mendirikan bangunan pencakar langit. Kita tidak pernah memikirkan implikasi dari semua itu.
Delegasi dari 190 negara baru saja mengadakan perundingan untuk menekan laju perubahan iklim di Nusa Dua Bali, pertengahan Desember 2007.
Konfrensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim itu menyepakati beberapa hal. Perundingan yang memakan waktu dua minggu itu sangat alot akrena peserta dari Amerika Serikat pada hari terakhir perundingan baru menyetujui pengurangan emisi gas karbondioksida.
Amerika Serikat, sebagai negara maju, menghasilkan emisi karbon terbesar di dunia. Bila dibandingkan dengan negara-negara lain, satu orang warga AS menghasilkan efek emisi sebanding dengan 17 orang Maladewa, 19 orang India, 49 orang Srilanka, 107 orang Bangladesh, 134 orang Bhutan, dan 360 orang Nepal. Perbandingan tersebut memperlihatksan angka fantastis, AS jauh lebih cepat memanaskan bola bumi ini.
Sistem Ekonomi
Jauh sebelumnya Protokol Kyoto, dengan prinsip common but differentiated responsibilities yang merupakan prinsip tanggung jawab bersama tetapi beban berbeda. Protokol Kyoto mewajibkan negara-negara maju yang tergabung dalam Annex-1 mengurangi emisi gas rumah kaca rata-rata 5,2 persen dari tingkat emisi tahun 1990 selama periode 2008-2012.
AS menolak Protokol Kyoto itu dan melahirkan mekanisme yang melibatkan negara berkembang dan memunculkan pengembangan proyek ramah lingkungan.
Dengan demikian, sama artinya negara berkembang membantu negara annex-1 memenuhi target penurunan emisi negaranya. Sebenarnya, toleransi kepada negara annex-1 pengkonsumsi enegi fosil terbanyak adalah penyebab gagalnya Protol Kyoto.
AS menjadi semakin tamak dan serakah sekadar untuk mempertahankan keberlangsungan kehidupan sistem ekonominya.
Sebuah sistem ekonomi yang telah menjelma jadi 'dewa' mereka. Sementara sudah cukup jelas salah satu dampak sistem ekonomi ini adalah global warming.
Idealnya, saat ini, dibutuhkan keberanian untuk mengkaji ulang sistem ekonomi pasar. Dengan anggapan bahwa mengubah sistem ekonomi dunia akan mengurangi emisi yang berakhir dengan menghambat global warming.
Pada awalnya, kapitalisme dianggap sebagai simbol kemajuan. Bagi kaum liberal, masyarakat kapitalis adalah orang-orang yang memiliki hak untuk hidup merdeka dan sejahtera. Mereka adalah orang-orang yang bebas bekerja dan bebas mengambil keputusan apapun. Dalam hal ini persaingan merupakan hal yang wajar.
Masyarakat kapitalis adalah masyarakat yang bebas dan produktif. Kapitalisme bekerja menghasilkan kedinamisan, kesempatan, dan kompetisi. Kepentingan dan keuntungan pribadi adalah motor yang mendorong masyarakat bergerak dinamis. Inilah yang kemudian menyebabkan ketidakadilan. Mereka akan menindas kelompok yang tidak memiliki modal.
Sistem ekonomi kapitalisme yang dianut negara maju saat ini mempercayai bahwa kesejahteraan dan kekayaan suatu negara ditentukan oleh banyaknya aset, modal, dan alat produksi. Hal inilah yang memicu sehingga terjadi imprealisme yang pada akhirnya membentuk ikatan superior dengan negara berkembang.
Selain itu, sistem ekonomi memicu perkembangan industrialilasi. Jika industrinya semakin pesat berarti nilai produksinya semakin tinggi disertai peningkatan input devisa.
Buruknya, bahan mentah dan tenaga kerja industri tersebut sebagian berasal dari negara berkembang yang dibeli dengan harga murah. Setelah diproduksi barang itu kembali dijual pada negara berkembang.
Kondisi ini akan berlangsung terus-menerus. Salah satu dampaknya yang telah dirasakan adalah global warming. Tingkat produksi negara maju berbanding lurus dengan peningkatan emisi. Penebangan hutan di negera berkembang sebagai bahan mentah sudah pasti meningkat. Pola hidup konsumerisme yang semakin menglobal. Keinginan untuk hidup mewah seakan menjadi barang utama.
Gaya Hidup
Menurut penulis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai langkah konkret untuk menghambat global warming, di antaranya, melalui revolusui gaya hidup, yaitu mengubah pola hidup konsumtif dengan pola hidup kesederhanaan berdasarkan ajaran agama. Perlu juga diterapkan revolusi keinginan menjadi kebetuhan dan yang utama adalah merevolusi sistem ekonomi yang ada saat ini.
Jika sistem ekonom yang diubah akan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan. Sederhananya, walaupun masyarakat menginginkan mobil tetapi tidak ada pabrik mobil jadi kenginan tersebut tidak dapat tercapai. Penulis menitikberatkan mengubah sistem ekonomi karena telah cukup jelas bahwa global warming adalah bentuk kegagalan pasar.
Sumber : http://www.tribun-timur.com/view.php?id=59526&jenis=Opini
ISU global warming atau pemanasan global mulai merebak dan menjadi perbincangan elite politik dunia. Sementara rakyat telah merasakan dampaknya.
Jumlah rakyat yang terserang penyakit dan meninggal dunia karena dampak pemanasan global ini presentasenya semakin meningkat. Yang lebih memiriskan, elite politik baru melaksanakan konsesus setelah banyak rakyat yang menderita.
Permukaan air laut Indonesia diprediksikan akan naik 0,8 cm per tahun dan akan menenggelamkan pulau-pulau kecil sampai setinggi satu meter dalam 15 tahun ke depan (eramuslim.com).
Wilayah pesisir Pulau Jawa juga diprediksi juga terancam tenggelam. Pasalnya pertengahan Mei 2007 terjadi gelombang pasang. Dengan kata lain, peluang bencana alam banjir semakin besar. Banjir menjadi masalah warga Jakarta dan sekitarnya belakangan ini.
Kondisi cuaca ekstim menjadi peristiwa rutin. Badai tropis akan lebih sering terjadi dan semakin besar intensitasnya. Gelombang panas dan hujan lebat akan melanda sebagian wilayah kita serta risiko kebakaran hutan lebih tinggi. Wilayah darat akan menglami kekeringan yang berakhir dengan menurunnya produktivitas lahan.
Peningkatan suhu telah banyak menimbulkan wabah penyakit endemik "lama dan baru" seperti leptospiratos, demam berdarah, diare, dan malaria. Penyakit tersebut telah memakan korban.
Tingkat perkembangbiakan nyamuk, yang menjadi media penyebaran penyakit, meningkat karena perubahan curah hujan dan kelembapan. Siklus perkawinan dan pertumbuhan nyamuk dari telur menjadi larva dan nyamuk dewasa akan dipersingkat sehingga jumlah populasinya meningkat lebih cepat.
Saat ini, sekitar 270 juta penduduk dunia menderita malaria atau 42 persen penduduk bumi berisiko terkena malaria. Badan PBB yang menangani kesehatan, WHO, mencatat sekitar dua juta penduduk meninggal karena berbagai penyakit yang ditularkan nyamuk.
Hewan akan berimigrasi ke daerah kutub atau ke pegunungan. Tetapi proses perpindahan hewan tersebut akan mengalami gangguan karena jalan yang akan mereka tempuh telah menjadi kawasan pembangunan. Diramalkan spesies hewan tidak mampu bertambah cepat dan akhirnya akan musnah.
Tumbuhan juga akan mengalami hal yang sama. Kenaikan suhu sekitar 2,7 F akan menyebabkan sekitar 30 persen tumbuhan akan mati. Itulah sebgian kecil dampak global warming.
Global Warming
Global warming yang biasa disebut pemanasan global merupakan kondisi di mana meningkatnya temperature rata-rata atmosfir, laut, dan daratan. Global warming ini menimbulkan perubahan iklim.
Pemicu utama terjadinya pemanasan global adalah meningkatnya emisi karbon yang diawali dengan naiknya konsentrasi gas karbondioksida dan gas-gas lain ke atmosfir.
Kenaikan konsentrasi gas tersebut tidak terlepas dari kenaikan penggunaan bahan bakar atau energi fosil (bahan bakar minyak dan batu bara).
Berbicara tentang pemansan global seakan tidak berpengaruh dengan kehidupan sehari-hari kita. Tanpa kita sadari tenyata kita telah menjadi manusia yang serakah, yang selalu mementingkan kemewahan atau pola hidup konsumerisme.
Dengan bangga kita menggunakan barang elektronik, dengan sombong kita membuka lahan pertanian baru dengan menebang hutan, dengan gagah kita mendirikan bangunan pencakar langit. Kita tidak pernah memikirkan implikasi dari semua itu.
Delegasi dari 190 negara baru saja mengadakan perundingan untuk menekan laju perubahan iklim di Nusa Dua Bali, pertengahan Desember 2007.
Konfrensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim itu menyepakati beberapa hal. Perundingan yang memakan waktu dua minggu itu sangat alot akrena peserta dari Amerika Serikat pada hari terakhir perundingan baru menyetujui pengurangan emisi gas karbondioksida.
Amerika Serikat, sebagai negara maju, menghasilkan emisi karbon terbesar di dunia. Bila dibandingkan dengan negara-negara lain, satu orang warga AS menghasilkan efek emisi sebanding dengan 17 orang Maladewa, 19 orang India, 49 orang Srilanka, 107 orang Bangladesh, 134 orang Bhutan, dan 360 orang Nepal. Perbandingan tersebut memperlihatksan angka fantastis, AS jauh lebih cepat memanaskan bola bumi ini.
Sistem Ekonomi
Jauh sebelumnya Protokol Kyoto, dengan prinsip common but differentiated responsibilities yang merupakan prinsip tanggung jawab bersama tetapi beban berbeda. Protokol Kyoto mewajibkan negara-negara maju yang tergabung dalam Annex-1 mengurangi emisi gas rumah kaca rata-rata 5,2 persen dari tingkat emisi tahun 1990 selama periode 2008-2012.
AS menolak Protokol Kyoto itu dan melahirkan mekanisme yang melibatkan negara berkembang dan memunculkan pengembangan proyek ramah lingkungan.
Dengan demikian, sama artinya negara berkembang membantu negara annex-1 memenuhi target penurunan emisi negaranya. Sebenarnya, toleransi kepada negara annex-1 pengkonsumsi enegi fosil terbanyak adalah penyebab gagalnya Protol Kyoto.
AS menjadi semakin tamak dan serakah sekadar untuk mempertahankan keberlangsungan kehidupan sistem ekonominya.
Sebuah sistem ekonomi yang telah menjelma jadi 'dewa' mereka. Sementara sudah cukup jelas salah satu dampak sistem ekonomi ini adalah global warming.
Idealnya, saat ini, dibutuhkan keberanian untuk mengkaji ulang sistem ekonomi pasar. Dengan anggapan bahwa mengubah sistem ekonomi dunia akan mengurangi emisi yang berakhir dengan menghambat global warming.
Pada awalnya, kapitalisme dianggap sebagai simbol kemajuan. Bagi kaum liberal, masyarakat kapitalis adalah orang-orang yang memiliki hak untuk hidup merdeka dan sejahtera. Mereka adalah orang-orang yang bebas bekerja dan bebas mengambil keputusan apapun. Dalam hal ini persaingan merupakan hal yang wajar.
Masyarakat kapitalis adalah masyarakat yang bebas dan produktif. Kapitalisme bekerja menghasilkan kedinamisan, kesempatan, dan kompetisi. Kepentingan dan keuntungan pribadi adalah motor yang mendorong masyarakat bergerak dinamis. Inilah yang kemudian menyebabkan ketidakadilan. Mereka akan menindas kelompok yang tidak memiliki modal.
Sistem ekonomi kapitalisme yang dianut negara maju saat ini mempercayai bahwa kesejahteraan dan kekayaan suatu negara ditentukan oleh banyaknya aset, modal, dan alat produksi. Hal inilah yang memicu sehingga terjadi imprealisme yang pada akhirnya membentuk ikatan superior dengan negara berkembang.
Selain itu, sistem ekonomi memicu perkembangan industrialilasi. Jika industrinya semakin pesat berarti nilai produksinya semakin tinggi disertai peningkatan input devisa.
Buruknya, bahan mentah dan tenaga kerja industri tersebut sebagian berasal dari negara berkembang yang dibeli dengan harga murah. Setelah diproduksi barang itu kembali dijual pada negara berkembang.
Kondisi ini akan berlangsung terus-menerus. Salah satu dampaknya yang telah dirasakan adalah global warming. Tingkat produksi negara maju berbanding lurus dengan peningkatan emisi. Penebangan hutan di negera berkembang sebagai bahan mentah sudah pasti meningkat. Pola hidup konsumerisme yang semakin menglobal. Keinginan untuk hidup mewah seakan menjadi barang utama.
Gaya Hidup
Menurut penulis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai langkah konkret untuk menghambat global warming, di antaranya, melalui revolusui gaya hidup, yaitu mengubah pola hidup konsumtif dengan pola hidup kesederhanaan berdasarkan ajaran agama. Perlu juga diterapkan revolusi keinginan menjadi kebetuhan dan yang utama adalah merevolusi sistem ekonomi yang ada saat ini.
Jika sistem ekonom yang diubah akan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan. Sederhananya, walaupun masyarakat menginginkan mobil tetapi tidak ada pabrik mobil jadi kenginan tersebut tidak dapat tercapai. Penulis menitikberatkan mengubah sistem ekonomi karena telah cukup jelas bahwa global warming adalah bentuk kegagalan pasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar