Tanggal : 31 Januari 2008
Sumber : http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=150952&actmenu=43
Oleh : Drs Gunawan MPd
BENCANA datang silih berganti: banjir, angin puting beliung, gempa, gunung meletus, tsunami, kebakaran hutan datang silih berganti. Bencana demi bencana beruntun menimpa negeri yang konon katanya merupakan surga dunia. Tidak ada wilayah negeri ini yang bisa merasa aman dari incaran musibah bencana alam. Penduduk di daerah dekat pantai senantiasa was-was kapan akan menerima giliran diterjang tsunami. Demikian juga mereka yang bermukim di daerah pegunungan dan lereng-lereng perbukitan khawatir kalau-kalau gunung di dekatnya meletus atau bukit longsor mengubur hidup-hidup penghuni di sekitarnya. Daerah dataran rendah dan perkotaan pun tidak bisa tidur nyenyak ketika musim penghujan datang. Sewaktu-waktu banjir bisa saja menerjang kehidupan, dan menghanyutkan semua harta yang dimiliki.
Ada apa sebenarnya dengan ini semua? Secara geografis letak Indonesia memungkinkan terjadinya bermacam-macam musibah bencana alam. Indonesia memiliki ratusan gunung berapi yang masih aktif. Ratusan sungai besar kecil yang membentang di semua pulau, bukit-bukit dari Sabang sampai Merauke dengan berbagai karakter tanahnya. Ditambah iklim muson yang setiap setengah tahun memberikan hujan serta jalur gempa yang membujur di sepanjang pantai selatan. Kondisi geografis tersebut memungkinkan wilayah Indonesia terjadi bencana alam. Meskipun di balik itu semua sesungguhnya tersimpan potensi untuk terwujudnya kemakmuran bagi penduduk negeri jamrud khatulistiwa.
Dengan manajemen lingkungan yang baik serta kearifan masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam memungkinkan negeri ini menjadi negeri yang gemah ripah loh jinawi. Pertanyaannya mengapa kita tidak menjadi negeri yang ayem tentrem, gemah ripah loh jinawi. Namun justru menjadi negeri yang carut marut dengan segala kesengsaraan dan penderitaan. Setiap datang bencana alam kita hanya bisa terpaku dan mencari kambing hitam. Tidak pernah kita introspeksi, bahwa sesungguhnya bencana alam datang bukan sekadar gejala alam biasa. Bencana alam menimpa negeri kita karena kesalahan dan dosa kolektif. Dari pemerintah yang tidak memberikan regulasi dengan baik menjadikan penjarah hutan menebang hutan semuanya. Penambang batu kapur dan pasir laut dibiarkan tanpa ada penanganan secara komprehensif. Demikian juga masyarakat di semua lini kehidupan merasa cuek dengan keselamatan bersama.
Masyarakat membuang sampah disembarang tempat termasuk di selokan dan sungai yang fungsi sebenarnya merupakan tempat air bukan tempat sampah. Penduduk di sepanjang bantaran sungai dengan santainya mendirikan bangunan tanpa memperhatikan keselamatan diri dan orang lain. Badan sungai dari waktu ke waktu mengalami penyempitan akibat terdesak oleh bangunan-bangunan liar. Hal ini menjadikan aliran sungai terhambat bahkan meluap di kanan kiri sungai serta melanda pemukiman. Penyadaran masyarakat bisa ditempuh melalui berbagai jalur. Bisa melalui iklan layanan di televisi, radio, atau media cetak. Bagi pelajar dan mahasiswa pemahaman penjagaan lingkungan hidup bisa dimasukkan dalam mata pelajaran. Berkaitan dengan pelajar mahasiswa, ada baiknya pemerintah agar materi bencana alam dan cara mengantisipasinya dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Atau minimal materi bencana alam dimasukkan secara terintegrasi ke dalam mata pelajaran yang telah ada. Dengan demikian anak-anak sejak dini sudah bisa mengenal berbagai macam bencana yang ada, bagaimana mencegah serta menyelamatkan diri jika sewaktu-waktu datang bencana alam.
Sumber : http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=150952&actmenu=43
Oleh : Drs Gunawan MPd
BENCANA datang silih berganti: banjir, angin puting beliung, gempa, gunung meletus, tsunami, kebakaran hutan datang silih berganti. Bencana demi bencana beruntun menimpa negeri yang konon katanya merupakan surga dunia. Tidak ada wilayah negeri ini yang bisa merasa aman dari incaran musibah bencana alam. Penduduk di daerah dekat pantai senantiasa was-was kapan akan menerima giliran diterjang tsunami. Demikian juga mereka yang bermukim di daerah pegunungan dan lereng-lereng perbukitan khawatir kalau-kalau gunung di dekatnya meletus atau bukit longsor mengubur hidup-hidup penghuni di sekitarnya. Daerah dataran rendah dan perkotaan pun tidak bisa tidur nyenyak ketika musim penghujan datang. Sewaktu-waktu banjir bisa saja menerjang kehidupan, dan menghanyutkan semua harta yang dimiliki.
Ada apa sebenarnya dengan ini semua? Secara geografis letak Indonesia memungkinkan terjadinya bermacam-macam musibah bencana alam. Indonesia memiliki ratusan gunung berapi yang masih aktif. Ratusan sungai besar kecil yang membentang di semua pulau, bukit-bukit dari Sabang sampai Merauke dengan berbagai karakter tanahnya. Ditambah iklim muson yang setiap setengah tahun memberikan hujan serta jalur gempa yang membujur di sepanjang pantai selatan. Kondisi geografis tersebut memungkinkan wilayah Indonesia terjadi bencana alam. Meskipun di balik itu semua sesungguhnya tersimpan potensi untuk terwujudnya kemakmuran bagi penduduk negeri jamrud khatulistiwa.
Dengan manajemen lingkungan yang baik serta kearifan masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam memungkinkan negeri ini menjadi negeri yang gemah ripah loh jinawi. Pertanyaannya mengapa kita tidak menjadi negeri yang ayem tentrem, gemah ripah loh jinawi. Namun justru menjadi negeri yang carut marut dengan segala kesengsaraan dan penderitaan. Setiap datang bencana alam kita hanya bisa terpaku dan mencari kambing hitam. Tidak pernah kita introspeksi, bahwa sesungguhnya bencana alam datang bukan sekadar gejala alam biasa. Bencana alam menimpa negeri kita karena kesalahan dan dosa kolektif. Dari pemerintah yang tidak memberikan regulasi dengan baik menjadikan penjarah hutan menebang hutan semuanya. Penambang batu kapur dan pasir laut dibiarkan tanpa ada penanganan secara komprehensif. Demikian juga masyarakat di semua lini kehidupan merasa cuek dengan keselamatan bersama.
Masyarakat membuang sampah disembarang tempat termasuk di selokan dan sungai yang fungsi sebenarnya merupakan tempat air bukan tempat sampah. Penduduk di sepanjang bantaran sungai dengan santainya mendirikan bangunan tanpa memperhatikan keselamatan diri dan orang lain. Badan sungai dari waktu ke waktu mengalami penyempitan akibat terdesak oleh bangunan-bangunan liar. Hal ini menjadikan aliran sungai terhambat bahkan meluap di kanan kiri sungai serta melanda pemukiman. Penyadaran masyarakat bisa ditempuh melalui berbagai jalur. Bisa melalui iklan layanan di televisi, radio, atau media cetak. Bagi pelajar dan mahasiswa pemahaman penjagaan lingkungan hidup bisa dimasukkan dalam mata pelajaran. Berkaitan dengan pelajar mahasiswa, ada baiknya pemerintah agar materi bencana alam dan cara mengantisipasinya dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Atau minimal materi bencana alam dimasukkan secara terintegrasi ke dalam mata pelajaran yang telah ada. Dengan demikian anak-anak sejak dini sudah bisa mengenal berbagai macam bencana yang ada, bagaimana mencegah serta menyelamatkan diri jika sewaktu-waktu datang bencana alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar