28 Agustus 2007

Jika Siswa SMA Peduli Terumbu Karang

Tanggal : 28 Agustus 2007
Sumber : http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=304806&kat_id=13


Mengolah terumbu karang menjadi batu kapur bukan hanya merusak lingkungan laut tapi juga daratan karena penggunaan kayu bakar.


Kerusakan terumbu karang di Pantai Pasir Panjang Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), menimbulkan kerisauan tersendiri bagi tiga siswa SMA Negeri II Kupang, Kristina Puu Heu, Jefry Tuan, dan Alyan M Sioh. Berbekal ilmu yang dimiliki, mereka melakukan penelitian untuk mencari solusi agar kerusakan terumbu karang di daerahnya tidak kian parah.


Selama ini, NTT dikenal memiliki terumbu karang yang sangat menonjol. Sayangnya, saat ini sekitar 50 persen terumbu karang di NTT mengalami kerusakan berat akibat aktivitas masyarakat di pesisir pantai yang menjadikannya sebagai bahan bangunan maupun kapur.


''Padahal terumbu karang memiliki sifat yang sangat sensitif terhadap gangguan atau pengaruh perubahan lingkungan,'' tutur Kristina dan rekan-rekannya yang memenangi 'Final Kontes Inovator Muda 2 dengan Tema Pelestarian Terumbu Karang' yang diadakan Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) LIPI, Ahad malam (26/8).


Menurut Kristina, dari hasil survei timnya di Pantai Pasir Panjang Kupang, terumbu karang digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan kapur. Kondisi ini sudah terjadi sejak 2000 silam. ''Bahkan lokasi pengambilan karang sudah jauh masuk ke dalam laut dengan menggunakan sampan, sekitar 50 hingga 100 meter dari batas surut,'' ungkapnya.


Dalam kurun satu tahun, kata Kristina, penambang dapat melakukan pembakaran terumbu karang sebanyak enam kali, berupa kegiatan pembakaran dua bulan sekali. ''Dengan sekali membakar terumbu karang setinggi lima meter dan berdiameter enam meter, setahun dapat menghasilkan 600 hingga 700 karung kapur yang beratnya 20 kilogram,'' cetusnya.


Kristina lantas melakukan perhitungan secara matematis, jika selama tujuh tahun, setiap harinya penambang mengambil terumbu karang, maka luas area terumbu karang yang rusak akibat pembuatan kapur diprediksi sekitar 56.376,6 meter kubik. ''Angka ini hanya untuk lima penambang saja, bagaimana kalau lebih banyak orang yang melakukannya,'' keluhnya.


Terganggunya keseimbangan perairan laut dengan rusaknya terumbu karang, kata Kristina, mengakibatkan rantai makanan putus. ''Dengan demikian fungsi biologis dari terumbu karang juga terganggu,'' ingatnya. Siswi kelas XII IPA 1 ini lantas mencontohkan, karena pemijahan, pemeliharaan berbagai biota laut khususnya ikan sebagai sumber protein yang berkualitas hilang dan berimbas pada produksi ikan menurun sebanyak 142.069.032 ton akibat ulah lima penambang selama tujuh tahun.


Contoh lain, lanjut dia, ketidakseimbangan ekosistem laut karena rusaknya terumbu karang dapat mengakibatkan populasi ikan buntek sebagai predator dari landak laut berpindah tempat atau hilang karena tak ada tempat pemijahan benih. ''Akibatnya populasi landak laut meningkat sehingga keseimbangan ekosistem perairan laut terganggu,'' jelasnya.


Padahal, berdasarkan literatur yang dibaca para siswa SMA Negeri II Kupang ini, kecepatan pertumbuhan terumbu karang sangat lamban berkisar beberapa milimeter sampai 1 cm ada yang 10 cm per tahun tergantung jenis terumbu karang. ''Ini tidak sebanding dengan kecepatan proses perusakan terumbu karang,'' tuding Kristina yang diamini anggota tim lainnya.


Tak hanya itu, kata Kristina, fungsi terumbu karang sebagai pemecah gelombang atau pelindung pantai juga hilang. ''Hal ini berdampak ekonomi biaya tinggi karena perlu membangun tembok pemecah gelombang sepanjang pantai,'' tegasnya.


Tim dari Kupang ini juga meyakini, perusakan terumbu karang juga berdampak pada ekologi terhadap ekosistem darat, yaitu pengrusakan hutan. Pasalnya, kegiatan membakar kapur juga berdampak pada ekosistem darat dengan menggunakan batang kayu yang berdiameter rata-rata 15-30 cm sebagai bahan bakar. ''Maka dipastikan hutan semakin gundul yang bisa menimbulkan bencana kekeringan, banjir, erosi, longsor, dan pemanasan global,'' jelasnya.


Oleh karena itu, Kristina dan rekan-rekannya memberikan beberapa solusi. Pertama, pemberian pelatihan ketrampilan berusaha baru dan sekaligus memberikan bantuan modal usaha untuk beralih profesi bagi penambang karang. ''Dari hasil wawancara dengan penambang, mereka ada keinginan untuk alih profesi jika dibantu pemerintah atau sektor terkait,'' ujarnya.


Solusi kedua, perlu dibuat perangkat aturan yang jelas. Seperti perda pengelolaan sumber daya laut atau pemanfaatan SDA pesisir guna melindungi ekosistem perairan laut dan pemanfaat sumberdaya pesisir dari eksploitasi yang berlebihan tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan bahari. ''Serta penetapan area terumbu karang sebagai area yang dikonservasi,'' ungkap Kristina.


Kristina dan timnya juga menyarankan peningkatan pengawasan oleh aparat berwenang seperti polisi air, TNI AL, dan pemuka masyarakat setempat terhadap kegiatan yang merusak ekosistem terumbu karang. ''Juga pelarangan penggunaan bom, racun, penggalian karang, atau eksploitasi berlebihan dari sumber daya laut,'' tegasnya.


Penelitian dari SMA Negeri II Kupang ini menjadi pemenang pertama setelah di final menyisihkan tim dari SMA Negeri 4 Denpasar (pemenang kedua) dan SMA Negeri 2 Bengkulu (juara ketiga).


Direktur Coral Reef Information and Trainng Centre (CRITC) COREMAP-LIPI, Ono Kurnaen Sumadhiharga mengharapkan kontes kali ini bisa menjadi bahan pembelajaran yang dapat dimanfaatkan masyarakat, kalangan pendidikan, pemerhati lingkungan, dan forum-forum nasional serta internasional. ''Kami juga berharap siswa SMA bersosialisasi dengan isu pelestarian ekosistem terumbu karang dan lingkungan,'' jelasnya.


Solusi dari para remaja


* Pekerja terumbu karang mau alih usaha jika ada yang membimbing dan memberi modal
* Perangkat hukum untuk pelestarian lingkungan harus diperjelas
* Harus ada penetapan area terumbu karang konservasi

Tidak ada komentar: