Tanggal : 3 Agustus 2007
Sumber : http://www.surya.co.id/web/index.php/Opini/Menggeliatnya_Pasir_Laut.html
Pulau Jawa adalah salah satu pulau paling genting untuk dilakukan restorasi, 65 persen penduduk Indonesia bermukim di Pulau Jawa yang saat ini terus dilanda bencana seperti potensi bahaya akibat abrasi sepanjang pantai utara Laut Jawa.
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 3700 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km. Wilayah pantai ini merupakan daerah yang sangat intensif dimanfaatkan untuk kegiatan manusia, seperti sebagai kawasan pusat pemerintahan, pemukiman, industri, pelabuhan, pertambakan, pertanian/perikanan, pariwisata, dan sebagainya. Kekayaan Sumber daya alam pesisir dan laut Indonesia yang tak terhitung nilainya mendorong dan menggoda melakukan oksploitasi .
Salah satu fungsi pasir laut yang terdapat di dasar perairan pesisir adalah meredam energi gelombang sebelum menghempas di pantai yang disebabkan adanya gaya gesekan dengan dasar. Apabila dikeruk (ditambang) akan menjadi lebih dalam dan lereng dasar lebih curam yang akan berdampak makin naiknya tingkat energi gelombang yang menghempas pantai sehingga makin intensif proses abrasi dan erosi pantai.
Sampai sekarang penambangan pasir laut berkembang menjadi polemik nasional, karena berdampak hilangnya mata pencaharian nelayan hingga tenggelamnya beberapa pulau. Akibat penambangan pasir di Kalimantan Timur maka tenggelamlah 7 pulau di pesisir Selat Makasar dan juga kepulauan Riau selama tahun 1978-2002 telah hilang 10 pulau dan salah satunya pulau Nipah sebagai titik pangkal dalam penentuan batas negara RI-Singapura dan RI-Malaysia, sehingga pemerintah perlu mereklamasi kembali demi keberadaan pulau ini.
Pulau Jawa adalah salah satu pulau paling genting untuk dilakukan restorasi, 65 persen penduduk Indonesia bermukim di Pulau Jawa yang saat ini terus dilanda bencana seperti potensi bahaya akibat abrasi sepanjang pantai utara Laut Jawa menimbulkan kerugian sangat besar dengan rusaknya kawasan permukiman dan fasilitas-fasilitas yang ada di daerah tersebut, sampai berisiko pada jaringan pipa-pipa penyalur minyak bumi dan gas alam milik Pertamina.
Erosi pantai disebabkan hilangnya perlindungan alami pantai, perencanaan bangunan pantai yang tidak tepat, perubahan iklim gelombang dan kenaikan muka air laut (sea level rise), ancaman gelombang badai musiman, dan tsunami. Wilayah pesisir di Pulau Jawa yang rawan terhadap bencana adalah Kendal, Tegal, Jepara, Probolinggo (terjadi erosi dan abrasi).
Sedangkan di wilayah Jabodetabek dan daerah lain di Pantura terjadi kenaikan air laut mencapai 200 - 500 meter ke darat (peta sebaran banjir), Jogjakarta, Banyuwangi, Cilacap, Ujung kulon dan sekitarnya yang merupakan daerah yang rawan bencana tsunami.
Pada dasarnya, pantai memiliki perlindungan alami menahan serangan gelombang. Misalnya pantai berlumpur memiliki hutan mangrove untuk meredam serangan gelombang, sedang pantai berpasir memiliki bukit pasir (sand dune) untuk menyuplai pasir yang hilang terbawa gelombang ke lepas pantai, dan terumbu karang serta padang lamun yang juga dapat mereduksi energi gelombang yang menuju pantai.
Karena pengelolaan tidak berwawasan konservasi maka terjadi ketidakseimbangan alam seperti berkurangnya ekosistem mangrove sebagai tanah tambak, pemukiman dan daerah industri tanpa memperdulikan sempadan pantai yang merupakan daerah konservasi, akhirnya menimbulkan proses pantai yang bersifat merusak.
Restorasi Pantai
Restorasi bisa dilakukan untuk jenis tertentu sesuai dengan tingkat urgensinya. Kasus sepanjang Pantai Utara Jawa apabila penanganan abrasi hanya dilakukan di satu tempat, justru akan berisiko menimbulkan kerusakan di tempat lain akibat berbeloknya gelombang. Padahal, panjang pantai di pantura mencapai sekitar 80 kilometer dan hampir semuanya mengalami abrasi.
Oleh karena itu, penanganannya pun harus dilakukan bersama-sama agar tidak ada daerah yang dikorbankan.
Kondisi daerah sekarang ini seperti digencet oleh fenomena kekuatan alam adalah banjir pantai atau ombak pasang laut yang semakin menggerus garis pantai serta kondisi saat ini mengalami kerusakan lingkungan yang parah, antara lain berupa berkurangnya hutan mangrove, abrasi, dan menurunnya permukaan tanah.
Penambahan suplai pasir di pantai (sand nourishment) pada pantai berpasir mempunyai kemampuan perlindungan alami terhadap serangan gelombang dan arus. Perlindungan tersebut berupa kemiringan dasar pantai di daerah dekat pantai (nearshore) yang menyebabkan gelombang pecah di lepas pantai, dan kemudian energinya dihancurkan selama dalam penjalaran menuju garis pantai di surf zone (pantai).
Dalam proses pecahnya gelombang tersebut sering terbentuk gundukan pasir (offshore bar) di ujung luar surf zone yang dapat berfungsi sebagai penghalang gelombang yang datang (menyebabkan gelombang pecah). Erosi pantai berpasir terjadi apabila terdapat kekurangan suplai pasir, stabilisasi pantai dapat dilakukan dengan penambahan suplai pasir ke daerah tersebut.
Apabila pantai mengalami erosi secara terus menerus, maka penambahan pasir tersebut perlu dilakukan secara berkala, dengan laju sama dengan kehilangan pasir yang disebabkan oleh erosi.
Untuk mencegah hilangnya pasir yang ditimbun di ruas pantai akibat terangkut oleh arus sepanjang pantai sering dibuat sistem groin adalah bangunan pelindung pantai yang biasanya dibuat tegak lurus garis pantai, dan berfungsi untuk menahan pengiriman sedimen sepanjang pantai, sehingga bisa mengurangi/menghentikan erosi yang terjadi dan untuk menahan masuknya pengiriman sedimen sepanjang pantai..
Namun dalam perencanaan bangunan pantai perlu memperhatikan kondisi fisik dan oceanografi pantai tersebut. Tinjauan lapangan memahami kondisi lapangan, permasalahan, dan memperkirakan penyelesaian masalah sangat diperlukan agar tidak terjadi masalah baru setelah bangunan tersebut selesai dibuat. Simulasi juga dapat dilakukan dengan software tertentu untuk memprediksi perubahan garis pantai (seperti erosi dan akresi) yang terjadi akibat adanya bangunan pantai, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penempatan bangunan pantai..
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melindungi pantai, yaitu memperkuat/melindungi pantai agar mampu menahan serangan gelombang, mengubah laju pengiriman sedimen (pasir laut) sepanjang pantai, mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai dan reklamasi dengan menambah suplai sedimen (pasir laut) ke pantai.
Jenis bangunan pantai di sesuaikan dengan fungsi dan kondisi alam sepanjang pantai dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu :
Penanganan masalah sepanjang pantai Utara Jawa ini tidak akan bisa teratasi tuntas bila ditangani secara sektoral, karena itu masalah ini harus ditangani secara terpadu.
Dari kejadian di atas kita dapat melihat dari aspek pengelolaan sumber daya kelautan bahwa dengan memperhatikan penataan ruang, maka pasir laut dapat dijadikan alat mitigasi (pencegah) bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, sehingga komoditi pasir laut pada dasarnya amat diperlukan oleh bangsa ini sebagai usaha restorasi kawasan kritis pantai berpasir di berbagai daerah.
Sedangkan untuk jenis pantai berlumpur perlu usaha reboisasi mangrove kembali sebagai pelindung alami pantai dengan cara bantuan bangunan pantai misalnya Revetment berupa tumpukan kubus beton ukuran 0,40 m2 sebagai pelindung sementara mangrove kecil dari terjangan hempasan gelombang.
Sumber : http://www.surya.co.id/web/index.php/Opini/Menggeliatnya_Pasir_Laut.html
Pulau Jawa adalah salah satu pulau paling genting untuk dilakukan restorasi, 65 persen penduduk Indonesia bermukim di Pulau Jawa yang saat ini terus dilanda bencana seperti potensi bahaya akibat abrasi sepanjang pantai utara Laut Jawa.
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 3700 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km. Wilayah pantai ini merupakan daerah yang sangat intensif dimanfaatkan untuk kegiatan manusia, seperti sebagai kawasan pusat pemerintahan, pemukiman, industri, pelabuhan, pertambakan, pertanian/perikanan, pariwisata, dan sebagainya. Kekayaan Sumber daya alam pesisir dan laut Indonesia yang tak terhitung nilainya mendorong dan menggoda melakukan oksploitasi .
Salah satu fungsi pasir laut yang terdapat di dasar perairan pesisir adalah meredam energi gelombang sebelum menghempas di pantai yang disebabkan adanya gaya gesekan dengan dasar. Apabila dikeruk (ditambang) akan menjadi lebih dalam dan lereng dasar lebih curam yang akan berdampak makin naiknya tingkat energi gelombang yang menghempas pantai sehingga makin intensif proses abrasi dan erosi pantai.
Sampai sekarang penambangan pasir laut berkembang menjadi polemik nasional, karena berdampak hilangnya mata pencaharian nelayan hingga tenggelamnya beberapa pulau. Akibat penambangan pasir di Kalimantan Timur maka tenggelamlah 7 pulau di pesisir Selat Makasar dan juga kepulauan Riau selama tahun 1978-2002 telah hilang 10 pulau dan salah satunya pulau Nipah sebagai titik pangkal dalam penentuan batas negara RI-Singapura dan RI-Malaysia, sehingga pemerintah perlu mereklamasi kembali demi keberadaan pulau ini.
Pulau Jawa adalah salah satu pulau paling genting untuk dilakukan restorasi, 65 persen penduduk Indonesia bermukim di Pulau Jawa yang saat ini terus dilanda bencana seperti potensi bahaya akibat abrasi sepanjang pantai utara Laut Jawa menimbulkan kerugian sangat besar dengan rusaknya kawasan permukiman dan fasilitas-fasilitas yang ada di daerah tersebut, sampai berisiko pada jaringan pipa-pipa penyalur minyak bumi dan gas alam milik Pertamina.
Erosi pantai disebabkan hilangnya perlindungan alami pantai, perencanaan bangunan pantai yang tidak tepat, perubahan iklim gelombang dan kenaikan muka air laut (sea level rise), ancaman gelombang badai musiman, dan tsunami. Wilayah pesisir di Pulau Jawa yang rawan terhadap bencana adalah Kendal, Tegal, Jepara, Probolinggo (terjadi erosi dan abrasi).
Sedangkan di wilayah Jabodetabek dan daerah lain di Pantura terjadi kenaikan air laut mencapai 200 - 500 meter ke darat (peta sebaran banjir), Jogjakarta, Banyuwangi, Cilacap, Ujung kulon dan sekitarnya yang merupakan daerah yang rawan bencana tsunami.
Pada dasarnya, pantai memiliki perlindungan alami menahan serangan gelombang. Misalnya pantai berlumpur memiliki hutan mangrove untuk meredam serangan gelombang, sedang pantai berpasir memiliki bukit pasir (sand dune) untuk menyuplai pasir yang hilang terbawa gelombang ke lepas pantai, dan terumbu karang serta padang lamun yang juga dapat mereduksi energi gelombang yang menuju pantai.
Karena pengelolaan tidak berwawasan konservasi maka terjadi ketidakseimbangan alam seperti berkurangnya ekosistem mangrove sebagai tanah tambak, pemukiman dan daerah industri tanpa memperdulikan sempadan pantai yang merupakan daerah konservasi, akhirnya menimbulkan proses pantai yang bersifat merusak.
Restorasi Pantai
Restorasi bisa dilakukan untuk jenis tertentu sesuai dengan tingkat urgensinya. Kasus sepanjang Pantai Utara Jawa apabila penanganan abrasi hanya dilakukan di satu tempat, justru akan berisiko menimbulkan kerusakan di tempat lain akibat berbeloknya gelombang. Padahal, panjang pantai di pantura mencapai sekitar 80 kilometer dan hampir semuanya mengalami abrasi.
Oleh karena itu, penanganannya pun harus dilakukan bersama-sama agar tidak ada daerah yang dikorbankan.
Kondisi daerah sekarang ini seperti digencet oleh fenomena kekuatan alam adalah banjir pantai atau ombak pasang laut yang semakin menggerus garis pantai serta kondisi saat ini mengalami kerusakan lingkungan yang parah, antara lain berupa berkurangnya hutan mangrove, abrasi, dan menurunnya permukaan tanah.
Penambahan suplai pasir di pantai (sand nourishment) pada pantai berpasir mempunyai kemampuan perlindungan alami terhadap serangan gelombang dan arus. Perlindungan tersebut berupa kemiringan dasar pantai di daerah dekat pantai (nearshore) yang menyebabkan gelombang pecah di lepas pantai, dan kemudian energinya dihancurkan selama dalam penjalaran menuju garis pantai di surf zone (pantai).
Dalam proses pecahnya gelombang tersebut sering terbentuk gundukan pasir (offshore bar) di ujung luar surf zone yang dapat berfungsi sebagai penghalang gelombang yang datang (menyebabkan gelombang pecah). Erosi pantai berpasir terjadi apabila terdapat kekurangan suplai pasir, stabilisasi pantai dapat dilakukan dengan penambahan suplai pasir ke daerah tersebut.
Apabila pantai mengalami erosi secara terus menerus, maka penambahan pasir tersebut perlu dilakukan secara berkala, dengan laju sama dengan kehilangan pasir yang disebabkan oleh erosi.
Untuk mencegah hilangnya pasir yang ditimbun di ruas pantai akibat terangkut oleh arus sepanjang pantai sering dibuat sistem groin adalah bangunan pelindung pantai yang biasanya dibuat tegak lurus garis pantai, dan berfungsi untuk menahan pengiriman sedimen sepanjang pantai, sehingga bisa mengurangi/menghentikan erosi yang terjadi dan untuk menahan masuknya pengiriman sedimen sepanjang pantai..
Namun dalam perencanaan bangunan pantai perlu memperhatikan kondisi fisik dan oceanografi pantai tersebut. Tinjauan lapangan memahami kondisi lapangan, permasalahan, dan memperkirakan penyelesaian masalah sangat diperlukan agar tidak terjadi masalah baru setelah bangunan tersebut selesai dibuat. Simulasi juga dapat dilakukan dengan software tertentu untuk memprediksi perubahan garis pantai (seperti erosi dan akresi) yang terjadi akibat adanya bangunan pantai, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penempatan bangunan pantai..
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melindungi pantai, yaitu memperkuat/melindungi pantai agar mampu menahan serangan gelombang, mengubah laju pengiriman sedimen (pasir laut) sepanjang pantai, mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai dan reklamasi dengan menambah suplai sedimen (pasir laut) ke pantai.
Jenis bangunan pantai di sesuaikan dengan fungsi dan kondisi alam sepanjang pantai dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu :
- Kontruksi yang dibangun di pantai dan sejajar dengan garis pantai. Misalnya Sea Wall, Revetment.
- Kontruksi yang dibangun kira-kira tegak lurus pantai dan sambung ke pantai. Misalnya Groin, Jetty.
- Kontruksi yang dibangun di lepas pantai dan kira-kira sejajar dengan garis pantai. Misalnya Break Water.
Penanganan masalah sepanjang pantai Utara Jawa ini tidak akan bisa teratasi tuntas bila ditangani secara sektoral, karena itu masalah ini harus ditangani secara terpadu.
Dari kejadian di atas kita dapat melihat dari aspek pengelolaan sumber daya kelautan bahwa dengan memperhatikan penataan ruang, maka pasir laut dapat dijadikan alat mitigasi (pencegah) bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, sehingga komoditi pasir laut pada dasarnya amat diperlukan oleh bangsa ini sebagai usaha restorasi kawasan kritis pantai berpasir di berbagai daerah.
Sedangkan untuk jenis pantai berlumpur perlu usaha reboisasi mangrove kembali sebagai pelindung alami pantai dengan cara bantuan bangunan pantai misalnya Revetment berupa tumpukan kubus beton ukuran 0,40 m2 sebagai pelindung sementara mangrove kecil dari terjangan hempasan gelombang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar