02 Desember 2007

Bersiaplah Hadapi Bencana

Tanggal : 2 Desember 2007
Sumber : http://www.lampungpost.com/cetak/cetak.php?id=2007120200113451


BENCANA, bencana, bencana. Peristiwa ini belakangan hampir terjadi di berbagai belahan bumi, termasuk di Provinsi Lampung yang secara geografis berada di daerah rawan bencana, mulai dari gempa bumi, gelombang tsunami, banjir, tanah longsor, kebakaran sampai angin puting beliung. Kondisi ini memaksa masyarakat untuk bersiap hadapi bencana.


Berdasarkan data Satkorlak BP Provinsi Lampung tahun 2007, dari sebelas kabupaten, sembilan di antaranya berada di daerah rawan gempa. Lampung Barat, Lampung Utara dan Lampung Selatan adalah daerah rawan gempa, longsor, tsunami, banjir, kebakaran dan puting beliung. Sedangkan Lampung Timur, Tulangbawang, Lampung Tengah, dan Tanggamus sangat berpotensi mengalami bencana kebakaran, puting beliung dan longsor. Sementara Bandar Lampung dan Way Kanan amat rawan terjadi banjir dan kebakaran.


Hal di atas juga didukung berdasarkan hasil studi Balai Penelitian dan Pengkajian Teknologi (BBPT) bekerja sama dengan Balai Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Lampung tentang kerentanan dan analisis risiko bencana alam, yang menyatakan hampir seluruh wilayah di Provinsi Lampung, khususnya Kabupaten Lampung selatan, Bandar Lampung, Tanggamus, kabupaten Lampung Barat dan Lampung Utara, merupakan wilayah yang berpotensi gempa bumi dan tsunami.


Lalu bagaimana masyarakat dan pemda menyikapi hasil studi ini? Apakah sudah ada persiapan jika bencana tersebut terjadi, minimal untuk menekan jumlah korban dan kerugian material?


Bencana angin puting beluing Rabu (28-11), melanda tiga kabupaten di Tanggamus, yang menimbulkan kerusakan di sejumlah permukiman penduduk selain itu menumbangkan pohon serta merusak jaringan PLN.


Meskipun tak ada korban jiwa, kerugian material atas bencana tersebut dirasakan warga setempat.


Gelombang pasang pun terjadi di Umbul Janda, Kelurahan Sukaraja, Bandar Lampung. Gelombang yang terjadi sejak 22 November hingga 27 November tersebut telah merusak 45 rumah, 17 di antaranya rusak berat. Bahkan dua rumah rata dengan tanah. Sedangkan untuk fasilitas umum terdapat 13 WC, serta satu sawung dan pos keamanan yang mengalami kerusakan.


Hingga Selasa (27-11), warga setempat belum mendapatkan bantuan dari Pemda. Ketika itu, bantuan yang diterima warga yang mengungsi baru berasal dari partai politik, LSM, serta Dinas Sosial Kota Bandar Lampung berupa bingkisan bahan makanan. Padahal, masyarakat selain membutuhkan stok bahan makanan juga mengharapkan uluran bantuan berupa material bangunan dari pemerintah daerah guna membangun rumahnya yang rubuh dan rusak.


Santi, tokoh masyarakat setempat, mengatakan warga sangat mengharapkan bantuan berupa bahan material bangunan tersebut kalau bisa diberikan secepatnya. "Karena warga juga ingin secepatnya membangun kembali rumah yang sudah rusak ataupun roboh. Selain juga warga membutuhkan tanggul sebagai pemecah gelombang karena kejadian gelombang pasang ini kerap terjadi dalam siklus lima tahunan. Namun memang kejadian tahun ini adalah yang terburuk dan terparah. Makanya kami mengharapkan dibangunnya tanggul pemecah gelombang".


Sementara Sodri, warga yang rumahnya terkena gelombang pasang, mengatakan atap rumahnya mengalami kerusakan karena terkena hantaman gelombang. "Atap rumah dari asbes banyak yang pecah. Bahkan air langsung masuk ke rumah, karena gelombangnya mencapai tiga meter."


Selain terjadinya musibah gelombang pasang, mulai aktifnya Gunung Krakatau juga menjadi persoalan tersendiri, terlebih dengan kenaikan status beberapa waktu lalu, menjadi catatan tersendiri, terlebih dengan tidak adanya kesiapsiagaan dari pemda menghadapinya.


Lampung memang daerah rawan, hak itu dikatakan Kepala Stasiun Geofisika Kotabumi Lampung Krismanto. Letak geografis Provinsi Lampung yang berada diatara pertemuan Lempeng Eurasia dan Indo Australia, serta sesar Semangko yang memanjang dari utara sampai selatan Pulau Sumatera membuat Lampung berada di zona rawan gempa. Tak hanya gempa teknotik di daratan, tapi juga gempa di laut dalam yang bisa menyebabkan gelombang tsunami.


Selama periode Januari--November 2007, kata Krismanto, sedikitnya sudah terjadi 24 kali gempa di Lampung dengan magnitude 5,2--5,6 pada skala Richter.


"Suka tidak suka, mau tidak mau, Lampung memang berada di daerah rawan gempa karena secara geografis letaknya memang berada di antara dua lempeng tersebut dan sesar semangko. Untuk itu, perlu kearifan masyarakat untuk bisa bersahabat dengan bencana," kata Krismanto, Jumat (30-11).


Untuk bisa menghindar dari bencana gempa dan tsunami yang setiap saat mengancam masyarakat Lampung, Krismanto menyarankan masyarakat untuk membekali diri dengan pengetahuan tentang mitigasi bencana.


"Tidak ada cara lain selain kita memang harus berdamai dengan bencana. Salah satunya dengan memahami apa saja harus dilakukan ketika kita terkena bencana gempa. Misalnya dengan berlindung di bawah meja saat gempa terjadi. Meletakkan barang-barang di tempat yang aman dan mengklem lemari ke tembok. Selain itu, untuk mengukur intensitas gempa, sebaiknya masyarakat di daerah rawan gempa memasang lampu dengan panjang tali minimum 50 cm. Jika pergerakan lampu sudah lebih dari 15 derajat saat terjadi gempa, sebaiknya kita cepat keluar," kata Krismanto.


Selain itu, Krismanto menyarankan masyarakat di daerah rawan gempa untuk menyesuaikan bangunan dengan konstruksi tahan gempa. "Atau jika terlalu mahal, masyarakat di daerah gempa bisa mengadaptasi bangunan rumahnya dengan menggunakan atap yang ringan seperti seng. Jangan dengan genting beton," katanya.


Dr. Ir. Iwan Tejakusuma M.Sc, mengatakan wilayah pesisir Tanggamus sangat rentan terhadap tsunami. Adapun kecamatan yang berpotensi tsunami adalah Kecamatan Pematangsawa, Kecamatan Semaka, Kotaagung Barat, Kotaagung, kotaagung Timur, Limau, Cukuhbalak dan Kelumbayan.


Berdasarkan analisis risiko, diperkirakan bencana tsunami Kotaagung dan sekitarnya menunjukkan potensi besar kerugian mencapai Rp3,8 miliar. Kerugian terbesar diderita Kecamatan Semaka yaitu Rp1,6 miliar dan terkecil Kecamatan Limau Rp77 juta. Nilai kerugian ini dihitung dari kerentanan pemukiman, luas sawah, tambak dan perkebunan yang ada di daerah Kotaagung.


Dari hasil studi tersebut, Balitbangda dan BPPT menyatakan bahaya gempa bumi dan tsunami termasuk bahaya yang sifatnya tidak bisa diprediksi (unpredictable). Wilayah berpotensi gempabumi dan tsunami perlu ntisipasi dalam hal pembuatan bangunan tahan gempa dan penataan ruang berbasis bencana gempa bumi dan tsunami. Permukiman dengan risiko tinggi merupakan prioritas dalam penanggulangan bencana. Pada zona ketinggian dari garis pantai dengan hingga 20 meter perlu dilakukan penataan ruang berbasis bencana tsunami. Upaya mengurangi resiko tsunami dapat dilakukan dengan pembuatan rumah di daerah pantai dengan desain panggung. Jalur atau menara evakuasi dpat dibuat sebagai langkah penyelamatan dalam hal terjadi tsunami. Penerapan teknologi sistem peringatan dini dari BMG juga menjadi alternatif dalam mengantisipasi tsunami, yang dapat melanda wilayah pesisir. Selanjutnya, mengharapkan Dinas Pendidikan memasukkan muatan lokal kepada anak didik misalnya dengan menambah pelajaran menghadapi bencana gempa dan tsunami.

Tidak ada komentar: