Tanggal : 11 Desember 2007
Sumber : http://sijorimandiri.net/jl/index.php?option=com_content&task=view&id=15200&Itemid=46
JAKARTA-Departemen Dalam Negeri (Depdagri) mengingatkan pemerintah daerah (pemda) agar tidak menjual pulau kepada pihak mana pun. Pulau merupakan milik negara dan kepemilikan teritori oleh negara tidak boleh diberikan kepada pihak asing. "Kalau kerja sama pengelolaan, silakan. Tetapi bukan pada kepemilikannya," tegas Juru Bicara Depdagri Saut di Jakarta, Senin (10/12). Penegasan itu disampaikan Saut menanggapi adanya sinyalemen penjualan dua pulau di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) melalui situs internet, dan lima pulau di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Saut menyatakan Pasal 33 ayat (3) UU 1945 mengamanatkan secara tegas bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah milik negera dan dipergunakan sebesarnya bagi kemakmuran rakyat. Yang jelas, tegas Saut, tidak ada dasar dan pasal yang menjadi peluang penjualan wilayah teritorial negara.
"Jadi yang memiliki wilayah teritori adalah negara," tukasnya. "Dalam rangka desentralisasi, kewenangan daerah adalah soal pengelolaan, bukan pemilikannya," tuturnya.
Sehubungan dengan sinyalemen penjualan Pulau Panjang dan Pulau Meriam Besar di NTB, kata Saut, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Mardiyanto telah memerintahkan Dirjen Pemerintahan Umum Depdagri agar segera melakukan koordinasi dengan Kementerian Polhukam serta meminta klarifikasi dari Gubernur NTB.
Pada kesempatan yang sama, Saut juga mensinyalir adanya keterlibatan warga negara asing (WNA) dalam proses jual-beli lima pulau di wilayah Kepri yaitu Pulau Bawah, Pulau Cangkul, Pulau Merba, Pulau Elang dan Pulau Lidi. WNA yang berada di belakang proses jual-beli itu, kata dia, diduga telah memanfaatkan penduduk lokal dalam proses transaksinya.
"Hitam di atas putihnya memang oleh penduduk lokal yang juga orang Indonesia. Tetapi yang di belakang pihak pembeli adalah orang asing," ujar Kepala Pusat Penerangan Depdagri itu.
Kasus penjualan lima pulau itu, tambahnya, masih dalam proses pendalaman oleh tim gabungan yang terdiri dari Depdagri, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Departemen Pekerjaan Umum (DPU) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Ditanya tentang negara asal WNA yang berada di belakang proses transaksi jual-beli lima pulau di Kepri, Saut menolak untuk menyebutnya karena proses klarifikasinya belum tuntas. "Itu masih dalam proses," tandas Saut.
Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K), Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Syamsul Maarif juga mengingatkan penjualan pulau melanggar hukum. "Penjualan itu adalah melanggar hukum. Kita memang baru menerima laporannya tetapi kita akan mengambil tindakan," ujar Syamsul Maarif saat ditemui di sela-sela pertemuan UNCCC di Bali, kemarin. "Kita akan lihat aturannya ke aparat hukum sesegera mungkin setelah data dikumpulkan," katanya.
Dituturkan dia, UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil menegaskan pulau kecil tidak mungkin dijual. Pengelolaan oleh pihak asing pun harus seizin Menteri Kelautan dan Perikanan.
DKP, lanjut Syamsul, sudah berkomunikasi dan menyatukan visi dengan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto soal penjualan pulau. Pulau kecil tidak dilihat sebagai sebidang tanah, namun sebagai entitas lingkungan. "Kalau dijual ada proporsinya. Misalnya 5 persen dari luas wilayah. Jadi tidak seluruh pulaunya bisa dijual," kata Syamsul.
Tindak Pejabat yang Terlibat
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Priyo Budi Santoso meminta Depdagri menyelidiki dugaan keterlibatan pejabat daerah dalam kasus penjualan pulau, seperti yang terjadi di NTB. Ia meminta Depdagri untuk tidak segan-segan memecat pejabat bersangkutan jika terbukti terlibat. "Itu nggak bisa dibenarkan. Depdagri harus mencari tahu siapa yang menjual pulau itu dan apa motivasinya. Itu sudah menjual kedaulatan," kata Priyo.
Menurut anggota Komisi II DPR ini, seharusnya pejabat tersebut memelihara dan mengembangkan pulau, bukan sebaliknya malah menjual pulau. "Pada rapat Komisi II nanti saya akan pertanyakan masalah ini kepada Mendagri, bagaimana pemeliharaan pulau-pulau itu. Kalau ada pejabat yang terkait, harus dipecat itu," cetus Priyo.
Jika penawaran Pulau Panjang dan Meriam Besar dimaksudkan untuk dikembangkan, Priyo dapat memahami. Sebab jika kedua pulau itu dikelola dengan profesional, akan mendatangkan keuntungan bagi negara. "Kalau lego itu untuk investasi bagi negara ya nggak apa-apa. Bagus itu. Tapi kalau dijual ke asing, itu menjual kedaulatan namanya," pungkas Priyo.
Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno mengaku sedih mendengar Pulau Panjang dan Meriam Besar dilego melalui internet. "Ini menunjukkan pemerintah sekarang lemah, tidak becus lagi menjaga teritorial NKRI. Saya sedih mendengar kabar itu," ucap pria yang biasa disapa Mbah Tardjo itu.
Ia meminta Depdagri segera mengirimkan tim untuk mengecek kebenarannya. Jika terbukti ada upaya menjual 2 pulau tersebut, baik yang dilakukan oleh oknum-oknum dari pemda atau yang lain, Depdagri harus memberikan sanksi keras. "Kita sudah kehilangan Sipadan-Ligitan, ini malah mau dijual. Pulau ini bukan milik pemerintah atau pemda, tapi milik anak cucu. Mardiyanto (Mendagri) itu suruh kirim anak buahnya mengecek ini. Tindak tegas kalau ada yang macem-macem," cetus Mbah Tardjo.
Politisi gaek PDIP ini berharap kejadian tersebut dijadikan pelajaran bagi pemerintah untuk lebih serius mengurusi pulau-pulau kecil yang terbengkalai. "Jangan sampai kita bergerak kalau sudah ada begini-begitu," tutup Tardjo.
Pulau Panjang dan Pulau Meriam Besar di NTB ditawarkan untuk dijual oleh Karangasem Property melalui situs internet www.karangasemproperty.com. Situs internet www.karangasemproperty.com tersebut sempat bisa diakses atau dibuka Senin (10/12). Namun, sekitar pukul 18.00 WIB situs tersebut mendadak error.
Dalam situs tersebut tampak foto keindahan Pulau Panjang dan Pulau Meriam Besar dengan background gambar pohon kelapa yang sedang melambai diterpa angin di bawah langit nan biru. Pulau Panjang di Sumbawa, NTB tertulis seluas 33 hektar. Sedangkan Pulau Meriam Besar yang juga berada di Sumbawa, NTB tertulis seluas 5 hektar.
Spesifikasi kedua pulau dibeberkan dalam bahasa Inggris, seperti pantai berpasir putih nan cantik, air nan jernih bak kristal, dan pohon palem. Jika Pulau Panjang berada 90 km dari bandara di Sumbawa Besar, maka Meriam Panjang berada 80 km dari bandara serupa.
Penggunaan kedua pulau ini disebutkan tidak terlarang. Tidak ada batasan pembangunan fasilitas kecuali batas tinggi bangunan. Pembangunan landasan helikopter dimungkinkan dan diperbolehkan untuk menjamin kecepatan dan kenyamanan transportasi pulang pergi melalui Sumbawa Besar atau Bali.
Lalu berapa harga kedua pulau tersebut? Tidak ada pembukaan harga. Bagi yang berminat dipersilakan mengisi formulir yang tersedia dalam situs tersebut.
Formulir terdiri dari nama dan email yang wajib diisi. Kemudian nomor telepon, alamat, kota, negara bagian, kode pos, dan negara yang tidak harus diisi. Selanjutnya ada kotak untuk menuliskan pesan.
Karangasem Property, sang penjual kedua pulau, mengklaim sebagai spesialis real estate dan properti di Indonesia yang memiliki tenaga penjualan dan pemasaran di Eropa.
Perusahaan yang berkantor di Jl Dharmawangsa Kerta Sari, Padang Kerta Karangasem, Bali, ini mengaku berwenang menemukan properti-properti unik untuk dibawa ke pasar internasional.
Sumber : http://sijorimandiri.net/jl/index.php?option=com_content&task=view&id=15200&Itemid=46
JAKARTA-Departemen Dalam Negeri (Depdagri) mengingatkan pemerintah daerah (pemda) agar tidak menjual pulau kepada pihak mana pun. Pulau merupakan milik negara dan kepemilikan teritori oleh negara tidak boleh diberikan kepada pihak asing. "Kalau kerja sama pengelolaan, silakan. Tetapi bukan pada kepemilikannya," tegas Juru Bicara Depdagri Saut di Jakarta, Senin (10/12). Penegasan itu disampaikan Saut menanggapi adanya sinyalemen penjualan dua pulau di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) melalui situs internet, dan lima pulau di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Saut menyatakan Pasal 33 ayat (3) UU 1945 mengamanatkan secara tegas bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah milik negera dan dipergunakan sebesarnya bagi kemakmuran rakyat. Yang jelas, tegas Saut, tidak ada dasar dan pasal yang menjadi peluang penjualan wilayah teritorial negara.
"Jadi yang memiliki wilayah teritori adalah negara," tukasnya. "Dalam rangka desentralisasi, kewenangan daerah adalah soal pengelolaan, bukan pemilikannya," tuturnya.
Sehubungan dengan sinyalemen penjualan Pulau Panjang dan Pulau Meriam Besar di NTB, kata Saut, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Mardiyanto telah memerintahkan Dirjen Pemerintahan Umum Depdagri agar segera melakukan koordinasi dengan Kementerian Polhukam serta meminta klarifikasi dari Gubernur NTB.
Pada kesempatan yang sama, Saut juga mensinyalir adanya keterlibatan warga negara asing (WNA) dalam proses jual-beli lima pulau di wilayah Kepri yaitu Pulau Bawah, Pulau Cangkul, Pulau Merba, Pulau Elang dan Pulau Lidi. WNA yang berada di belakang proses jual-beli itu, kata dia, diduga telah memanfaatkan penduduk lokal dalam proses transaksinya.
"Hitam di atas putihnya memang oleh penduduk lokal yang juga orang Indonesia. Tetapi yang di belakang pihak pembeli adalah orang asing," ujar Kepala Pusat Penerangan Depdagri itu.
Kasus penjualan lima pulau itu, tambahnya, masih dalam proses pendalaman oleh tim gabungan yang terdiri dari Depdagri, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Departemen Pekerjaan Umum (DPU) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Ditanya tentang negara asal WNA yang berada di belakang proses transaksi jual-beli lima pulau di Kepri, Saut menolak untuk menyebutnya karena proses klarifikasinya belum tuntas. "Itu masih dalam proses," tandas Saut.
Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K), Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Syamsul Maarif juga mengingatkan penjualan pulau melanggar hukum. "Penjualan itu adalah melanggar hukum. Kita memang baru menerima laporannya tetapi kita akan mengambil tindakan," ujar Syamsul Maarif saat ditemui di sela-sela pertemuan UNCCC di Bali, kemarin. "Kita akan lihat aturannya ke aparat hukum sesegera mungkin setelah data dikumpulkan," katanya.
Dituturkan dia, UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil menegaskan pulau kecil tidak mungkin dijual. Pengelolaan oleh pihak asing pun harus seizin Menteri Kelautan dan Perikanan.
DKP, lanjut Syamsul, sudah berkomunikasi dan menyatukan visi dengan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto soal penjualan pulau. Pulau kecil tidak dilihat sebagai sebidang tanah, namun sebagai entitas lingkungan. "Kalau dijual ada proporsinya. Misalnya 5 persen dari luas wilayah. Jadi tidak seluruh pulaunya bisa dijual," kata Syamsul.
Tindak Pejabat yang Terlibat
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Priyo Budi Santoso meminta Depdagri menyelidiki dugaan keterlibatan pejabat daerah dalam kasus penjualan pulau, seperti yang terjadi di NTB. Ia meminta Depdagri untuk tidak segan-segan memecat pejabat bersangkutan jika terbukti terlibat. "Itu nggak bisa dibenarkan. Depdagri harus mencari tahu siapa yang menjual pulau itu dan apa motivasinya. Itu sudah menjual kedaulatan," kata Priyo.
Menurut anggota Komisi II DPR ini, seharusnya pejabat tersebut memelihara dan mengembangkan pulau, bukan sebaliknya malah menjual pulau. "Pada rapat Komisi II nanti saya akan pertanyakan masalah ini kepada Mendagri, bagaimana pemeliharaan pulau-pulau itu. Kalau ada pejabat yang terkait, harus dipecat itu," cetus Priyo.
Jika penawaran Pulau Panjang dan Meriam Besar dimaksudkan untuk dikembangkan, Priyo dapat memahami. Sebab jika kedua pulau itu dikelola dengan profesional, akan mendatangkan keuntungan bagi negara. "Kalau lego itu untuk investasi bagi negara ya nggak apa-apa. Bagus itu. Tapi kalau dijual ke asing, itu menjual kedaulatan namanya," pungkas Priyo.
Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno mengaku sedih mendengar Pulau Panjang dan Meriam Besar dilego melalui internet. "Ini menunjukkan pemerintah sekarang lemah, tidak becus lagi menjaga teritorial NKRI. Saya sedih mendengar kabar itu," ucap pria yang biasa disapa Mbah Tardjo itu.
Ia meminta Depdagri segera mengirimkan tim untuk mengecek kebenarannya. Jika terbukti ada upaya menjual 2 pulau tersebut, baik yang dilakukan oleh oknum-oknum dari pemda atau yang lain, Depdagri harus memberikan sanksi keras. "Kita sudah kehilangan Sipadan-Ligitan, ini malah mau dijual. Pulau ini bukan milik pemerintah atau pemda, tapi milik anak cucu. Mardiyanto (Mendagri) itu suruh kirim anak buahnya mengecek ini. Tindak tegas kalau ada yang macem-macem," cetus Mbah Tardjo.
Politisi gaek PDIP ini berharap kejadian tersebut dijadikan pelajaran bagi pemerintah untuk lebih serius mengurusi pulau-pulau kecil yang terbengkalai. "Jangan sampai kita bergerak kalau sudah ada begini-begitu," tutup Tardjo.
Pulau Panjang dan Pulau Meriam Besar di NTB ditawarkan untuk dijual oleh Karangasem Property melalui situs internet www.karangasemproperty.com. Situs internet www.karangasemproperty.com tersebut sempat bisa diakses atau dibuka Senin (10/12). Namun, sekitar pukul 18.00 WIB situs tersebut mendadak error.
Dalam situs tersebut tampak foto keindahan Pulau Panjang dan Pulau Meriam Besar dengan background gambar pohon kelapa yang sedang melambai diterpa angin di bawah langit nan biru. Pulau Panjang di Sumbawa, NTB tertulis seluas 33 hektar. Sedangkan Pulau Meriam Besar yang juga berada di Sumbawa, NTB tertulis seluas 5 hektar.
Spesifikasi kedua pulau dibeberkan dalam bahasa Inggris, seperti pantai berpasir putih nan cantik, air nan jernih bak kristal, dan pohon palem. Jika Pulau Panjang berada 90 km dari bandara di Sumbawa Besar, maka Meriam Panjang berada 80 km dari bandara serupa.
Penggunaan kedua pulau ini disebutkan tidak terlarang. Tidak ada batasan pembangunan fasilitas kecuali batas tinggi bangunan. Pembangunan landasan helikopter dimungkinkan dan diperbolehkan untuk menjamin kecepatan dan kenyamanan transportasi pulang pergi melalui Sumbawa Besar atau Bali.
Lalu berapa harga kedua pulau tersebut? Tidak ada pembukaan harga. Bagi yang berminat dipersilakan mengisi formulir yang tersedia dalam situs tersebut.
Formulir terdiri dari nama dan email yang wajib diisi. Kemudian nomor telepon, alamat, kota, negara bagian, kode pos, dan negara yang tidak harus diisi. Selanjutnya ada kotak untuk menuliskan pesan.
Karangasem Property, sang penjual kedua pulau, mengklaim sebagai spesialis real estate dan properti di Indonesia yang memiliki tenaga penjualan dan pemasaran di Eropa.
Perusahaan yang berkantor di Jl Dharmawangsa Kerta Sari, Padang Kerta Karangasem, Bali, ini mengaku berwenang menemukan properti-properti unik untuk dibawa ke pasar internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar